Oleh Daniel Adu
Mahasiswa Pascasarna
Sekolah Tinggi Teologi Yestoya Malang
Kita pasti sudah tidak asing lagi
dengan kata kepemimpinan, didalam kehidupan kita sehari-hari kadang kita tidak
menyadari bahwa segala sesuatu ada hubungannya dengan kepemimpinan. Didalam
rumah kita sendiri saja sudah ada pemimpin, yaitu sosok ayah atau suami yang
menjadi kepala rumah tangga.
Ayah atau suami yang menjadi kepala
rumah tangga didalam rumah kita adalah pemimpin bagi keluarga yang berada dalam
rumah tersebut. Diluar rumah kepemimpinan sudah jelas banyak diterapkan,
seperti contoh di sekolah, rumah sakit, pemerintah daerah (PemDa), sebuah
instansi atau perusahaan. Didalam sebuah lembaga pasti selalu ada struktur
anggota dimana selalu ada pemimpin atau ketua, karena suatu lembaga atau
organisasi harus membutuhkan pemimpin yang mengatur segala kegiatan maupun yang
betanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Dan bukan hanya itu saja yang harus
dilakukan oleh seorang pemipmpin lebih dari sekedar jadi pempimimpin yang
mempunyai pengaruh tapi bagi mana juga seorang pemimpin harus jadi terang bagi
bangsa, bagi rakyat, bagi organisasi bagi lingkungan di mana seorang pemimpin
berada.
Mungkin pemimpin seperti ini hanya ada
pada pemimpin yang percaya pada kristus atau Alkitab saja salah satu tokoh
dalam alkitab yang mempunyai pengaruh yang sangat besar adalah Musa
Belajar Kepemimpinan MUSA
Dalam keluarga yang tidak sehat di mana relasi suami-istri
buruk, masalah anak yang sekecil apa pun berpotensi untuk berkembang, akibat
tidak adanya kerangka yang dapat menahan lajunya perkembangan masalah. Itu
sebabnya peran pemimpin sangatlah penting. Di setiap organisasi bisa saja
timbul masalah dan di setiap organisasi akan ada anggotanya yang memiliki
keunikan serta berpotensi bermasalah, namun jika pemimpin berfungsi dengan
efektif, maka masalah akan dapat ditangani dengan segera dan sehat. Musa harus
memimpin umat Israel di dalam kondisi kehidupan yang sangat sulit dan untuk
kurun waktu yang panjang. Ada baiknya kita menimba pelajaran dari pengalaman
Musa ini.
Adanya Panggilan
Tuhan memanggil Musa dan mengutusnya untuk memimpin Israel
keluar dari Mesir, “Jadi sekarang pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun
untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.” (Keluaran 3:10) Di
sini kita bisa melihat bahwa kepemimpinan Musa berawal dari panggilan Tuhan.
Empat puluh tahun sebelumnya Musa mencoba menyelamatkan bangsanya namun itu
bukanlah waktu dan cara Tuhan. Bagi Musa, 40 tahun yang lalu sewaktu ia berada
di Mesir adalah kesempatan terbaiknya, tetapi ternyata itu bukanlah waktu
Tuhan. Dari sini kita bisa menimba satu pelajaran: Kesempatan tidak identik
dengan waktu Tuhan! Kendati ada kesempatan, kita tidak boleh langsung berasumsi
bahwa Tuhan menghendaki kita untuk melakukannya, apalagi dalam kapasitas
memimpin. Terlalu banyak masalah muncul akibat ambisi pribadi untuk menduduki
kursi kepemimpinan.
Adanya Misi
Bukan saja Tuhan memanggil Musa, Tuhan pun memberinya suatu
tugas yaitu untuk membawa umat Tuhan keluar dari Mesir. Di ayat sebelumnya
Tuhan menjelaskan kenapa Ia memanggil Musa, “Sekarang seruan orang Israel telah
sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat betapa kerasnya orang Mesir menindas
mereka. “ (Keluaran 3:9) Setiap orang yang dipanggil Tuhan untuk memimpin mesti
melihat dan menyadari misi yang Tuhan embankan. Tanpa misi, kepemimpinan
menjadi tanpa arah. Dalam tugas kepemimpinannya, seorang pemimpin harus jelas
dengan misinya sehingga ia dapat mengarahkan dan membawa pengikutnya berjalan
bersamanya sampai pada penggenapan misi itu. Banyak pemimpin memulai dengan
misi yang jelas namun kemudian berubah santai. Jika tidak ada lagi misi,
sebaiknya pemimpin mengundurkan diri agar Tuhan dapat memakai yang lain.
Adanya Kesiapan
Tuhan memilih Musa setelah mempersiapkannya terlebih dahulu.
Pada penggalan pertama hidupnya, Musa digembleng ilmu kenegaraan dan peperangan
di Mesir; pada penggalan kedua hidupnya Musa mengalami bentukan karakter yakni
kasih dan kesabaran. Pada penggalan ketiga, barulah Tuhan memakai Musa. Seorang
yang merasakan panggilan menjadi pemimpin haruslah melihat tangan Tuhan yang
telah mempersiapkannya. Dan kita yang hendak memilih seorang pemimpin juga
harus menilai kesiapan orang tersebut. Pada dasarnya kesiapan terdiri dari dua
unsur: Kemampuan dan Karakter. Ada pemimpin yang memiliki kemampuan namun tidak
memiliki karakter yang dibutuhkan. Ia akan merusak orang yang dipimpinnya.
Sebaliknya, ada orang yang tidak memunyai kemampuan namun memunyai karakter
yang mendukung. Ia akan menimbulkan kekacauan.
Adanya Kesalehan
Apa pun itu yang Musa lakukan, ia selalu mendasarinya atas
Firman Tuhan. Sewaktu ia berhadapan dengan Firaun, ia menyampaikan Firman
Tuhan. Sewaktu ia harus berhadapan dengan gejolak di tengah bangsanya, ia pun
kembali kepada Firman Tuhan. Tidak heran kita melihat sebuah “dwi-kepemimpinan”
yaitu Tuhan dan Musa. Pemimpin yang efektif berjalan di atas rel Firman Tuhan
dan bergaul akrab dengan-Nya. Sewaktu pemimpin mulai jauh dari Tuhan, ia akan
makin sering memunculkan gagasan yang berasal dari ambisi pribadi dan
kehilangan sentuhan dengan kepentingan Tuhan. Ia makin sulit menerima masukan
dari pihak lain karena ambisi pribadilah yang lebih berperan. Makin kita dekat
dengan Tuhan, makin kita tidak menggenggam posisi maupun pendapat pribadi.
Dari atas saya sudah membahas tentang kepemipinan dari tokoh
Alkitab sekarang saya juga punyak idola seorang pemimpin didunia ini, saya
mengagumi kepemimpin Bapak Gubenur DKI Jakarta BASUKI TJAHAJA PURNAMA (AHOK)
Adanya Kasih dan Ketegasan
Berulang kali Ahok harus menghadapi pemberontakan rakyat dan
para elit polotik dan semua ia hadapi dengan kasih dan ketegasan. Ia mengasihi
rakyat jakarta itu sebabnya ia sangan keras terhadap pagawai atau siapapun yang
melakukan tugasnya tidak sesuai dengan hukum . ia pun tegas kepada mereka yang bersalah; ia
tidak ragu menghukum orang yang bersalah.
Pemimpin yang tidak mengasihi pengikutnya akan terus
memobilisasi mereka demi kepentingannya. Pemimpin yang
mengasihi pengikutnya memikirkan kepentingan mereka dan bersedia berkorban bagi
mereka. Sebaliknya, pemimpin yang tidak mengasihi justru terus meminta
pengikutnya untuk berkorban seolah-olah bagi kepentingan bersama namun
sesungguhnya untuk kepentingan pribadinya. Pemimpin juga mesti tegas; tanpa
ketegasan ia akan menuai kekacauan. Sekali pemimpin tidak tegas, pengikut akan
mulai kehilangan respek dan arah. Pada akhirnya pengikutnya akan berbuat
sekehendak hati.
No comments:
Post a Comment