Tuesday, February 3, 2015

#75 Toleransi Dalam Keragaman

Eric Hari M XI IIS 3 / 12

Judul Buku : Toleransi dalam Keragaman: Visi untuk Abad ke-21
Penulis Buku : Soetandyo Wignjosoebroto
Penerbit : Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya
Tahun Terbit : Surabaya, Januari 2003
Cover :

Resume

Dalam sejarah perkembangannya yang awal di negeri-negeri Barat, proses berkembangnya ide-ide hak-hak manusia yang asasi. Berikut segala praksis-praksis implement tatifnya. Berseiring dengan berkembangnya ide untuk membangun suatu negara bangsa yang demokratik dan berinfrastruktur masyarakat warga (civil society). Ide ini mencita-citakan terwujudnya suatu komunitas politik manusia sebangsa atas dasar prinsip kebebasan dan kesamaan derajat serta kedudukan di hadapan hukum dan kekuasaan. Ini berarti bahwa setiap manusia sebangsa dalam kehidupan komunitas bangsa yang disebut negara bangsa itu akan tak lagi boleh dipilah ke dalam golongan mereka dengan segala hak-hak istimewanya dan golongan mereka yang harus dinisbatkan sebagai kewajibannya untuk patuh dan disiplin.
Hak-hak manusia sebagai hak-hak moral yang hanya dapat dituntut dengan cara mempertanyakan dan mendakwakan tiadanya integritas pribadi sang pelanggar, dengan demikian sungguh bersanksi yang terbilang lunak. Banyak dari mereka yang teramat memprihatinkan tiadanya cukup kesediaan mereka yang berkekuasaan untuk menghormati hak-hak asasi manusia, tergerak untuk menyarankan agar hak-hak asasi manusia lebih dijamin tegaknya berdasarkan hukum perundang-undangan. Hak-hak asasi manusia sebagai hak-hak moral harus ditingkatkan secara realistic posisinya sebagai hak-hak hukum, ialah hak-hak yang tegaknya dijamin oleh undang-undang dan dengan demikian juga kekuasaan Yudisial. Dengan kata lain, penegakkan hak-hak asasi manusia hanya akan dapat lebih dijamin kalau dilakukan positivisasi terhadap hak-hak asasi manusia. Lewat positivisasi itu hak-hak asasi manusia akan tak lagi berkualitas sebagai soft law melainkan sebagai hard law, ialah dalam wujudnya sebagai hukum positif perundang-undangan.
Hak asasi manusia sebagai hak-hak moral yang hanya dapat dituntut dengan cara mempertanyakan dan mendakwakan tiadanya integritas pribadi sang pelanggar, dengan demikian sungguh bersanksi yang terbilang lunak. Maka tak salahlah kalau banyak pakar yang menyebut hak asasi mausia yang dikonsepkan sebagai hak-hak moral itu terbilang sebagai soft laws. Maka serta merta pula mereka yang memprihatinkan kenyataan ini mulai tergerak dan bergerak untuk menyarankan agar hak asasi manusia lebih dijamin tegaknya berdasarkan hukum perundang-undangan yang lebih mempunyai kekuatan pemaksa yang pasti. Hak asasi manusia sebagai hak-hak moral harus ditingkatkan secara realistic posisinya sebagai hak-hak hukum, ialah hak-hak yang tegaknya dijamin oleh undang-undang dan dengan demikian juga oleh kekuasaan Yudisial. Hanya dengan cara ini sajalah penegakkan hak asasi manusia akan dapat lebih dijamin dan menghindarkan mereka yang berbuat sewenang-wenang dari situasi impunitas, ialah situasi yang terhindar dari segala bentuk penghukuman.

No comments:

Post a Comment