Oleh Andini
Mahasiswa Pascasarjana
Sekolah Tinggi Teologi Yestoya Malang
Sekolah Tinggi Teologi Yestoya Malang
Kepemimpinan
adalah pengaruh, sebuah seni dalam masing-masing pribadi untuk memberikan
pengaruh kepada orang lain dengan maksud agar suatu dapat tercapai pada sebuah
golongan atau bahkan digunakan untuk pribadinya sendiri. Kepemimpinan harus
diwujud nyatakan dalam segala hal, bukan berarti kita menjadi arrogant dalam semua kondisi kehidupan
kita namun mempunyai jiwa kepemimpinan merupakan hal yang memang harus ada
dalam hidup kita, karena itu lah yang dikehendaki Allah untuk kita, sesuai
dengan Firman-Nya dalam Ulangan 28:13 TUHAN
akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan ekor, engkau akan tetap naik
dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang
kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia.
Menjadi
kepala dan bukan ekor, disini dapat diartikan bahwa Tuhan menginginkan kita
untuk menjadi seorang pemimpin, pemimpin yang unggul, handal, khususnya
memiliki jiwa kepemimpinan lebih-lebih yang tetap ada dalam naungan Roh
Kudus-Nya, menjadi seorang pemimpin dengan jiwa kepemimpinan merupakan hal yang
mutlak bagi setiap anak-Nya. Tidak perlu menjadi gentar karena mungkin dalam
pandangan atau perspektif pribadi sendiri kita menganggap bahwa kita tidak
bertalenta untuk menjadi seorang pemimpin, namun dijelaskan lebih lanjut oleh
Joyce Meyer dalam bukunya yang berjudul Pemimpin Yang Sedang Dibentuk, bahwa
menjadi seorang pemimpin (lebih-lebih berjiwa kepemimpinan) tidak bisa terjadi
begitu saja , namun ada hal-hal yang harus dikerjakan.
Kehidupan
Rasul satu ini mungkin dapat menjadi wawasan bagi kita semua bahwa perspektif
awal kita mengenai pemimpin dalam Kristus bisa jadi salah. Kepemimpinannya
dalam kristus dapat menjadi teladan bagi kita untuk menjadi seorang pemimpin
dengan jiwa kepemimpinan yang sesuai dengan kehendak Allah.
Unpredictable
moment bisa jadi itulah yang dialami oleh Paulus kala itu.
Perjumpaan pribadinya dengan Yesus membawanya pada kehidupan yang berubah drastis
180o . Tercatat sebagai rasul terakhir Paulus yang dulunya bernama
Saulus dilahirkan di Tarsus daerah Silisia, sebuah pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan (Kis 21:39). Ia berasal dari sebuah keluarga Yahudi
(Filip 3:5) yang berbahasa Aram (Kis 13:9) dan
kaya (Kis 22:28). Pada saat kematian Stefanus Paulus masih "seorang pemuda", artinya
kira-kira baru umur 30 tahun sehingga ia diperkirakan lahir pada tahun-tahun
pertama perhitungan waktu kristen. Hari ke-8 setelah lahir ia disunati (Filip
3:5) dan diberi nama Saul (nama Romawi: Paulus: Kis 13:9). Sejak kecil ia
belajar bahasa Yunani, bahasa pergaulan di Tarsus. Sekitar umur 15 tahun ia
diperkirakan datang ke Yerusalem dan menjadi pengikut seorang yang giat dari
golongan kaum Farisi (Kis 22:3; Gal 1:14).
Masa mudanya yang digelutinya sebagai seorang Farisi
mengantarkannya pada sebuah pemahaman bahwa ia harus melakukan pengejaran yang
tidak jarang bersamaan dengan penganiyaan terhadap para pengikut Kristus kala
itu. Doktrin yang ia kuasai saat itu begitu mempengaruhi kehidupannya samapai
pada akhirnya Yesus menjamah seluruh kehidupannya melalui perjumpaan secara
pribadi di Damsyik (Kis 9:3-6; 22:6).
Dari fase inilah kehidupannya berubah drastis, dimana yang dulu ia
adalah seorang penganiyaan jemaat Kristus menjadi seorang yang begitu cinta
kepada Kristus. Proses yang harus Paulus alami membawanya menjadi sorang yang
bertobat, ia bertobat karena digerakkan
oleh sebuah wahyu khusus dari Kristus (1Kor 15:8; Gal 1:15-16; Gal 9:1).
Pernyataan itu sesuai dengan kesaksian dalam Kisah Para Rasul (Kis 9:3-6; 22:6
dst.; Kis 23:13-18). Di dalam wahyu khusus Kristus itu Paulus sekaligus
dipanggil menjadi rasul orang kafir (Rom 15:15-16; Gal 2:7 dst.). Bagi Paulus panggilannya
lewat wahyu khusus dari Kristus yang telah bangkit memberinya nilai kedudukan
rasul yang sama dengan para Rasul terdahulu lainnya (2Kor 10:1-13; Gal
1:1-2:21).
Kehidupan barunya bersama Kristus yang membawa pada hidup
pertobatan yang luar biasa dapat membuat kita memahami 3 hal berikut, yaitu:
1. Passion, hasratnya yang baru setelah
seluruh hidupnya dijamah oleh Kristus adalah mencintai Kristus, tidak lagi
mencintai dirinya sendiri ataupun mencintai hal lain yang dianggapnya sebagai
pusat kehidupannya. Rasa cinta Paulus kepada Kristus dibuktikannya dalam Filipi
1:21 Karena bagiku hidup adalah Kristus
dan mati adalah keuntungan. Hidup barunya bersama Kristus dihidupinya
dengan rasa cinta sepenuhnya pada kristus, dengan hidup sepenuhnya bagi
Kristus.
2. Visi yang baru bersama Kristus, semenjak
hidup barunya dimulai visi hidup Paulus pun berubah, visi yang Tuhan tanamkan
dalam kehidupannya adalah untuk menyebarkan Injil bagi dunia. Bagaimana ia pun
dapat membuat agar semua orang dapat merasakan cinta kasih yang ia alami
bersama Kristus.
3. Misi-misi yang linier dengan visinya
bersama Kristus, mewujudnyatakan cintanya pada Kristus Paulus menganbil
keputusan untuk menyebarkan Injil kemanapun arah kakinya melangkah, dengan
pelayanan-pelayanannya ini membawa kepada pertobatan banyak jiw bagi kristus.
Kepemimpinan yang Paulus miliki ditunjukkan pula dari sikapnya
hidupnya yang mandiri sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang 100% pasrah
kepada Allah,akan kehidupan rohaninya dengan Allah, kehidupan pelayanannya bagi
Allah serta kehidupan pribadinya sendiri untuk menunjang panggilan Allah dalam
kehidupannya. Sesuai dengan kebiasaan
Yahudi ia belajar mengerjakan salah satu pekerjaan tangan (ia adalah seorang
pembuat kemah; Kis 18:3) yang dilakukannya di tengah-tengah kesibukan karya
kerasulannya, dan dipakainya untuk penghidupan (Kis 18:3; 1Kor 4:12; 1Tes 2:9)
sehingga ia tidak tergantung pada siapapun juga (1Kor 9:15).
Menjadi pemimpin yang mandiri bukan berarti bahwa kita tidak
membutuhkan orang lain, namun menjadi mandiri berarti kita mampu meakukan hal
dengan kemampuan kita sendiri. Kepemimpinan yang mampu member dampak bagi orang
termasuk dalam menjadi menjadi mandiri, dengan menjadi mandiri kita dapat
memberi contoh teladan bagi orang lain mengenai kepemimpinan kita, dengan
menjadi mandiri diharapkan agar orang lain pun dapat menilai serta mengambil
poin positif dari kepemimpinan kita.
Langkah terakhir yang dapat kita pelajari dari kepemimpinan Paulus
adalah sosoknya sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, dibuktikan dalam
surat-surat yang ditulisnya menunjukkan bahwa Paulus adalah seorang pemimpin
dengan kepemimpinan yang patut dijadikan teladan. Tidak hanya menyebarkan
injil, Pauluspun dengan sabar dan telaten memperhatikan kondisi jemaatnya
setelah ia menyebarkan Injil pada jemaat
itu, mendengarkan setiap keluhan dari jemaatnya bahkan Pauluspun memberikan
solusi bagi setiap permasalahan yang mungkin terjadi dalam jemaat tersebut,
baik secara langsung ataupun melalui anggota pelayanannya yang ia percayakan
(rekan sepelayanan atau tim pelayanan)
untuk menyampaikan perhatian Paulus terhadap jemaat tersebut.
Memperayakan tugas kepada anggota dalam kelompok juga jenis dari
bertanggung jawab, sepeti yang tertulis dikatakan Joye Meyer bahwa Pemimpin yang cerdas tahu apa yag bias ia
lakukan dan apa yang tidak bias ia lakukan dan ia memiliki orang-orang
disekitarnya yang bias mengerjakan dengan baik apa yang tidak bias ia kerjakan.
Jenis kepemimpinan seperti inilah yang menjadi contoh dari jenis
kepemimpinan yang ideal bagi saya pribadi, tidak hanya memberi pengaruh positif
tapi juga bagaimana sosok pemimpin yang memiliki hasrat, visi, misi dalam
Kristus serta sosok pemimpin yang mandiri dan juga kepemimpinan yang
bertanggung jawab sampai akhir.
Terima kasih dan Tuhan Yesus memberkati.
*Kamus
Alkitab
*Meyer,
Joyce. 2000. Pemimpin yang sedang
dibentuk. Immanuel Bookstore&Publishing House
No comments:
Post a Comment