Tuesday, September 15, 2015

#152 Bukan Jadi Ekor


Oleh Andini 
Mahasiswa Pascasarjana
Sekolah Tinggi Teologi Yestoya Malang

            Kepemimpinan adalah pengaruh, sebuah seni dalam masing-masing pribadi untuk memberikan pengaruh kepada orang lain dengan maksud agar suatu dapat tercapai pada sebuah golongan atau bahkan digunakan untuk pribadinya sendiri. Kepemimpinan harus diwujud nyatakan dalam segala hal, bukan berarti kita menjadi arrogant dalam semua kondisi kehidupan kita namun mempunyai jiwa kepemimpinan merupakan hal yang memang harus ada dalam hidup kita, karena itu lah yang dikehendaki Allah untuk kita, sesuai dengan Firman-Nya dalam Ulangan 28:13 TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia.
            Menjadi kepala dan bukan ekor, disini dapat diartikan bahwa Tuhan menginginkan kita untuk menjadi seorang pemimpin, pemimpin yang unggul, handal, khususnya memiliki jiwa kepemimpinan lebih-lebih yang tetap ada dalam naungan Roh Kudus-Nya, menjadi seorang pemimpin dengan jiwa kepemimpinan merupakan hal yang mutlak bagi setiap anak-Nya. Tidak perlu menjadi gentar karena mungkin dalam pandangan atau perspektif pribadi sendiri kita menganggap bahwa kita tidak bertalenta untuk menjadi seorang pemimpin, namun dijelaskan lebih lanjut oleh Joyce Meyer dalam bukunya yang berjudul Pemimpin Yang Sedang Dibentuk, bahwa menjadi seorang pemimpin (lebih-lebih berjiwa kepemimpinan) tidak bisa terjadi begitu saja , namun ada hal-hal yang harus dikerjakan.
            Kehidupan Rasul satu ini mungkin dapat menjadi wawasan bagi kita semua bahwa perspektif awal kita mengenai pemimpin dalam Kristus bisa jadi salah. Kepemimpinannya dalam kristus dapat menjadi teladan bagi kita untuk menjadi seorang pemimpin dengan jiwa kepemimpinan yang sesuai dengan kehendak Allah.
Unpredictable moment bisa jadi itulah yang dialami oleh Paulus kala itu. Perjumpaan pribadinya dengan Yesus membawanya pada kehidupan yang berubah drastis 180o . Tercatat sebagai rasul terakhir Paulus yang dulunya bernama Saulus dilahirkan di Tarsus daerah Silisia, sebuah pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan (Kis 21:39). Ia berasal dari sebuah keluarga Yahudi (Filip 3:5) yang berbahasa Aram (Kis 13:9) dan  kaya (Kis 22:28). Pada saat kematian Stefanus Paulus  masih "seorang pemuda", artinya kira-kira baru umur 30 tahun sehingga ia diperkirakan lahir pada tahun-tahun pertama perhitungan waktu kristen. Hari ke-8 setelah lahir ia disunati (Filip 3:5) dan diberi nama Saul (nama Romawi: Paulus: Kis 13:9). Sejak kecil ia belajar bahasa Yunani, bahasa pergaulan di Tarsus. Sekitar umur 15 tahun ia diperkirakan datang ke Yerusalem dan menjadi pengikut seorang yang giat dari golongan kaum Farisi (Kis 22:3; Gal 1:14).
Masa mudanya yang digelutinya sebagai seorang Farisi mengantarkannya pada sebuah pemahaman bahwa ia harus melakukan pengejaran yang tidak jarang bersamaan dengan penganiyaan terhadap para pengikut Kristus kala itu. Doktrin yang ia kuasai saat itu begitu mempengaruhi kehidupannya samapai pada akhirnya Yesus menjamah seluruh kehidupannya melalui perjumpaan secara pribadi di Damsyik (Kis 9:3-6; 22:6).
Dari fase inilah kehidupannya berubah drastis, dimana yang dulu ia adalah seorang penganiyaan jemaat Kristus menjadi seorang yang begitu cinta kepada Kristus. Proses yang harus Paulus alami membawanya menjadi sorang yang bertobat, ia bertobat karena digerakkan oleh sebuah wahyu khusus dari Kristus (1Kor 15:8; Gal 1:15-16; Gal 9:1). Pernyataan itu sesuai dengan kesaksian dalam Kisah Para Rasul (Kis 9:3-6; 22:6 dst.; Kis 23:13-18). Di dalam wahyu khusus Kristus itu Paulus sekaligus dipanggil menjadi rasul orang kafir (Rom 15:15-16; Gal 2:7 dst.). Bagi Paulus panggilannya lewat wahyu khusus dari Kristus yang telah bangkit memberinya nilai kedudukan rasul yang sama dengan para Rasul terdahulu lainnya (2Kor 10:1-13; Gal 1:1-2:21).
Kehidupan barunya bersama Kristus yang membawa pada hidup pertobatan yang luar biasa dapat membuat kita memahami 3 hal berikut, yaitu:
1.      Passion, hasratnya yang baru setelah seluruh hidupnya dijamah oleh Kristus adalah mencintai Kristus, tidak lagi mencintai dirinya sendiri ataupun mencintai hal lain yang dianggapnya sebagai pusat kehidupannya. Rasa cinta Paulus kepada Kristus dibuktikannya dalam Filipi 1:21 Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Hidup barunya bersama Kristus dihidupinya dengan rasa cinta sepenuhnya pada kristus, dengan hidup sepenuhnya bagi Kristus.
2.      Visi yang baru bersama Kristus, semenjak hidup barunya dimulai visi hidup Paulus pun berubah, visi yang Tuhan tanamkan dalam kehidupannya adalah untuk menyebarkan Injil bagi dunia. Bagaimana ia pun dapat membuat agar semua orang dapat merasakan cinta kasih yang ia alami bersama Kristus.
3.      Misi-misi yang linier dengan visinya bersama Kristus, mewujudnyatakan cintanya pada Kristus Paulus menganbil keputusan untuk menyebarkan Injil kemanapun arah kakinya melangkah, dengan pelayanan-pelayanannya ini membawa kepada pertobatan banyak jiw bagi kristus.
Kepemimpinan yang Paulus miliki ditunjukkan pula dari sikapnya hidupnya yang mandiri sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang 100% pasrah kepada Allah,akan kehidupan rohaninya dengan Allah, kehidupan pelayanannya bagi Allah serta kehidupan pribadinya sendiri untuk menunjang panggilan Allah dalam kehidupannya. Sesuai dengan kebiasaan Yahudi ia belajar mengerjakan salah satu pekerjaan tangan (ia adalah seorang pembuat kemah; Kis 18:3) yang dilakukannya di tengah-tengah kesibukan karya kerasulannya, dan dipakainya untuk penghidupan (Kis 18:3; 1Kor 4:12; 1Tes 2:9) sehingga ia tidak tergantung pada siapapun juga (1Kor 9:15).
Menjadi pemimpin yang mandiri bukan berarti bahwa kita tidak membutuhkan orang lain, namun menjadi mandiri berarti kita mampu meakukan hal dengan kemampuan kita sendiri. Kepemimpinan yang mampu member dampak bagi orang termasuk dalam menjadi menjadi mandiri, dengan menjadi mandiri kita dapat memberi contoh teladan bagi orang lain mengenai kepemimpinan kita, dengan menjadi mandiri diharapkan agar orang lain pun dapat menilai serta mengambil poin positif dari kepemimpinan kita.
Langkah terakhir yang dapat kita pelajari dari kepemimpinan Paulus adalah sosoknya sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, dibuktikan dalam surat-surat yang ditulisnya menunjukkan bahwa Paulus adalah seorang pemimpin dengan kepemimpinan yang patut dijadikan teladan. Tidak hanya menyebarkan injil, Pauluspun dengan sabar dan telaten memperhatikan kondisi jemaatnya setelah  ia menyebarkan Injil pada jemaat itu, mendengarkan setiap keluhan dari jemaatnya bahkan Pauluspun memberikan solusi bagi setiap permasalahan yang mungkin terjadi dalam jemaat tersebut, baik secara langsung ataupun melalui anggota pelayanannya yang ia percayakan (rekan sepelayanan atau tim pelayanan)  untuk menyampaikan perhatian Paulus terhadap jemaat tersebut.
Memperayakan tugas kepada anggota dalam kelompok juga jenis dari bertanggung jawab, sepeti yang tertulis dikatakan Joye Meyer bahwa Pemimpin yang cerdas tahu apa yag bias ia lakukan dan apa yang tidak bias ia lakukan dan ia memiliki orang-orang disekitarnya yang bias mengerjakan dengan baik apa yang tidak bias ia kerjakan.
Jenis kepemimpinan seperti inilah yang menjadi contoh dari jenis kepemimpinan yang ideal bagi saya pribadi, tidak hanya memberi pengaruh positif tapi juga bagaimana sosok pemimpin yang memiliki hasrat, visi, misi dalam Kristus serta sosok pemimpin yang mandiri dan juga kepemimpinan yang bertanggung jawab sampai akhir.
Terima kasih dan Tuhan Yesus memberkati.

*Kamus Alkitab
*Meyer, Joyce. 2000. Pemimpin yang sedang dibentuk. Immanuel Bookstore&Publishing House

No comments:

Post a Comment