Nama : Kini Hepe
Tugas : Logika
Semester : II (DUA)
Auguste Conte
Bagian/ struktur tokoh keluarga: orang tua/ anak/ saudara/ tempat tanggal lahir/ pendidikan
Isidore Marie Aguste Francois Xavier comte yang sering dengan nama Auguste comte adalah merupakan salah satu tokoh sosiologi. Auguste comte lahir di Montpellier, prancis pada tanggal 19 Januari tahun 1798. Auguste comte di lahirkan dari keluarga seorang bangsawan berdarah khatolik, tetapi sejak sejak umur 14 tahun dirinya telah berani menyatakan bahwa adanya ketidakpercayaan terhadap eksitensi atau bisa di sebut Auguste comt adalah seorang ateis atau orang yang tidak mempunyai Tuhan. Dalam bidang pendidikan Auguste comte pernah bersekolah di pendidikan lokal di Montepellie, sekolah di mana ia mendalami matematika. Dalam bidang pendidikan Auguste Comte pernah bersekolah di pendidikan lokal di Montepellier, sekolah dimana dia mendalami matematika. Kemudian di hijrah ke Paris, dan menempuh pendidikan di Ecole Polytechnique. Disana ia terdidik dalam lingkungan Psikologi dan Kedokteran. Auguste Comte tergolong cepat menjadi mahasiswa, namun ia tidak berhasil meraih ijazah di perguruan tinggi. Auguste Comte merupakan salah satu mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak, dalam setiap kelasnya Auguste Comte bersama seluruh teman kelasnya dikeluarkan karena gagasan politik dan pemberontakan yang mereka lakukan. Ia juga dikenal sebagai mahasiswa yang berpikiran bebas dan memiliki semangat untuk tidak ingin berada di bawah posisi orang lain. Selama menjadi mahasiswa, Auguste Comte mengalami suasana pergolakan sosial, politik, dan intelektual yang cukup hebat. Auguste Comte hidup pada masa Revolusi Prancis, rezim Napoleon, pergantian monarki, dan periode republik. Serentetan kondisi sosial itulah yang ikut melatar belakangi perkembangan pemikiran August Comte pada saat itu. Ia dikenal sebagai seorang yang sangat brilian, pekerja keras, dan seorang penulis yang produktif. Karir profesionalnya dimulai dengan memberi les dalam bidang matematika. Kalau kita melihat latar belakang profesinya sebagai seorang guru les matematika, maka tentulah dibenak kita bertanya, mengapa ia justru “banting stir ” mengkaji bidang sosial? Inilah yang menjadi salah satu hal menarik pada diri Auguste Comte.
Ia kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, ia bercerai dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat di antara pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic. Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis. Setelah Clotilde wafat, kisah cinta ini menjadi quasi-religius. Tak lama setelahnya, Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus seorang nabi dari "agama kemanusiaan" (religion of humanity), menerbitkan bukunya yang berjudul Système de politique positive(1851-1854). Dia wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di CimetièreduPère Lachaise.
Obrolan/ Interaksi yang mempengaruhi
Dipengaruhi oleh:
Francis Bacon, Jean-Baptiste Say, David Hume, Marquisde Condorcet, Jean-Jacques Rousseau, Henri de Saint Simon, Marie François Xavier Bichat
Mempengaruhi :
Émile Littré, Karl Marx, John Stuart Mill, Herbert Spencer, Émile Durkheim, Charles Maurras, Alfred Espinas, Frederic Harrison, Harriet Martineau
Lingkungan sosial tokoh/situasi masyarakat.
Dalam konteks kemasyarakatan, tujuan utama kajian sosiologis Comte adalah membatasi konstruksi masyarakat modern secara evolusioner, dalam artian menghentikan disorganisasi moral dan menekankan pada tuntutan moral. Comte senang tiasa mendambakan organisasi masyarakat dalam tatanan humanisme sebagai mana fondasi filsafat positivistiknya. Pada hakikatnya comte berupaya sekuat tenaga mengembangkan fisika sosial dengan tujuan hasil kajiannya tentang masnyarakat dapat menghasilkan hukum-hukum sosial. Sebagaimana hukum-hukum dalam disiplin ilmu alam lainnya. Comte merasa bahwa dinamika sosial lebih penting dibandingkan dengan statika sosial. Meskipun comte menghendaki adanya perubahan sosial, tetapi ia tidak menginginkan perubahan secara revolusioner karena menurutnya evolusi masyarakat secara alamiah akan membuat segala sesuatu menjadi lebih baik.
Hal itu menyebabkan hubungan antara Saint Simon dan Auguste comte sangat erat sehingga keduanya berusaha saling timbal balik menjawab tantangan yang ada di perancis baik masalah ilmu ataupun masalah yang berkaitan dengan revolusi industri. Laksana sebagai kelurga, mereka bekerja sama secara akrab, selama bertahun-tahun, comte pun merasa berhutang budi kepada saint simon. Disinilah ia melanjutkan kariernya sebagai pengajar filsafat positivistik dan mendirikan masyarakat positivistik. Keduanya ingin menemukan ilmu tentang kelakuan manusia oleh Saint Simon disebut sebagai fisiologi sosial. Di samping itu keduanya berharap untuk menyusun kembali suatu masyarakat yang telah berubah karena adanya revolusi perancis.
Saint Simon menemukan ide-ide tentang hukum tiga tahap yaitu:
Periode organis
Periode kritis dan
Periode elit industri baru.
Penemuan hukum tiga tahap sain simon tersebut agaknya mengalami pemikiran Auguste Comte yaitu tentang hukum tiga tahap yaitu:
Tahap teologi
Tahap metafisik dan
Tahap positif- ilmiah
Pemikiran Saint Simon dan Auguste comte saling mempengaruhi sehingga karya sehingga karya Auguste comte muncul sebagai bagian akhir dari karya Saint Simon juga. “Tiada gading tak retak”. Mungkin pepatah ini tepat ditujukan pada hubungan mereka.
Karier/Karya
pada tahun 1852 Comte menyatakan bahwa dirinya tidak lagi berhutang apapun padaSaint Simon. Sejak itulahComte mulai menjalani kehidupan intelektualnya sendiri, menjadi seorang profesional dan Comte dalam hal yang satu ini menurut pandangan Coser menjadi seorang intelektual yang termarginalkan dikalangan intelektual Prancis pada zamannya. Kehidupan pun terus bergulir, Comte mualai melalui hari-harinya sebagai dosen penguji, pembimbing, dan mengajar mahasiswa secara privat. Kendati demikian, penghasilannya tetap tidak mencukupi kebutuhannya. Bukan hanya itu, karya awalnyapun menjadi mandek. Hai ini disebabkan oleh intensitas Comte mengalami Fluktuasi yang drastis dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kompleksitas permasalahan itu menyebabkan Comte berada dalam kegelisahan. Inilah masa-masa titik rawan Comte, ia makin merasa tertekan dan akhirnya psikologisnya pun menjadi terganggu. Karena sifat dasarnya sebagai seorang pemberontak membawa dirinya mengalami gejala paranoid yang hebat. Tidak jarang pula perdebatan yang dimulai Comte mengenai apapun di akhiri dengan perkelahian. Kegilaan yang di derita Comte membuat dirinya menjadi nekad dan sempat menceburkan dirinya ke sungai. Lalu datanglah “dewi penyelamat” kehidupan Comte yang bernama Caroline Massin, seorang pekerja Seks yang sempat dinikahinya di tahun 1825. Caroline dengan tanpa pamrih merawat Comte seperti bayi, bukan hanya terbebani secara materil saja, tetapi juga beban emosional dalam merawat Comte karena tidak ada perubahan perlakuan Comte untuk Caroline dan karena itulah Caroline memutuskan meninggalkan Comte pada 1841. Akhirnya, Comte kembali dalam kegilaannya lagi dan sengsara. Pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Comte mengalami gangguan kejiwaan. Akhirnya Comte wafat di Paris pada 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetiere du Pere Lachaise.
Soiologi dalam perspektif Comt
Auguste Comte, melihat perubahan-perubahan yang disebabkan adanya ancaman terhadap tatanan sosial, menganggap bahwa perubahan tersebut tidak saja bersifat positif, tetapi juga berdampak negative seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat. Salah satu dampak negative tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurutnya konflik-konlik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak Comte berkaca dari apa yang terjadi dalam masyarakat Perancis ketika itu (abad ke-19). Setelah pecahnya Revolusi Prancis, masyarakat Prancis dilanda konflik antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena masyarakat tidak lagi mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat di pakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat. Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala sosial. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum sosial tersebut menjadi sebuah ilmu. Ia hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah sosiologi. Mengenai nama disiplin ilmu ini, semula Comte bermaksud memberi nama social physic (fisik sosial), tetapi karena istilah tersebut telah ada yang menggunakan sebelumnya, sehingga kajiannya tentang kehidupan sosial ini disebutnya sosiologi. Sosiologi lalu berkembang menjadi sebuah ilmu yang amapan setelah Emile Durkheim mengembangkan metode sosiologi melalui bukunya The Rules of Sosilogical Method. Kendati demikian, atas jasanya terhadap lahirnya sosiologi, Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi. Disini tampak dengan jelas progresivitas Comte dalam memperjuangkan optimisme dari pergolakan realitas sosial pada masanya, dengan ilmu sosial yang sistematis dan analitis. Selanjutnya, analisisnya yang secara sistematis tentang kehidupan masyarakat. Comte mejadikan ilmu pengetahuan yang dikajinya ini terklasifikasi atas dua bagian, yaitu statika sosial (social statics) dan dinamika sosial(social dynamic). Kedua klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam rangka menganalisisnya. Walaupun demikian, keduanya tetap merupakan begian yang integral. Statika sosial mengkaji tentang tatanan sosial, misalnya kajian terhadap struktur sosial, dan institusi sosial. Statika sosial mewakili stabilitas. Sedangkan dinamika sosial, ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perkembangan masyarakat atau gerak sejarah masyarakat kepada arah kemajuannya. Dengan menggunakan analogi organik dari biologi, Comte menyatakan bahwa hubungan anatara statika sosial dengan dinamika sosial dapat disamakan dengan hubungan antara anatomi dan fisiologi. Dari pembagian itu, menunjukan bahwa Comte menghendaki adanya tatanan yang jelas mengendapkan keteraturan sosial (social order) dandialin pihak, ia menginginkan adanya kemajuan perkembangan serta pemikiran masyarakat ke arah yang positif. Sebagai seorang ilmuwan, Comte mengharapkan sesuatu yang ideal, tetapi dalam hal ini Comte berbenturan dengan realita sosial yang menginginkan perubahan sosial secara cepat. Karena itu, Comte terpaksa memberikan stigma negatif terhadap konflik. Menurutnya, konflik dalam masyarakat justru akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan sosial yang pada gilirannya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme sosial dan anarkisme intelektual. Atas pandangan inilah, comte dikenal sebagai salah seorang tokoh utama dalam perkembangan sosiologi khususnya dalam perspektif fungsionalisme struktural.
a. Positivisme dan Humanisme Dalam konteks kemasyarakatan, tujuan utama kajian sosiologis Comte adalah membatasi konstruksi masyarakat modern secara evolusioner, dalam artian menghentikan disorganisasi moral dan menekankan pada tuntutan moral. Comte senang tiasa mendambakan organisasi masyarakat dalam tatanan humanisme sebagaiman fondasi filsafat positivistiknya. Pada ahkikatnya comte berupaya sekuat tenaga mengembangkan fisika sosial dengan tujuan hasil kajiannya tentang masyarakat dapat menghasilkan hukum-hukum sosial, sebagaimana hukum-hukum dalam disiplin ilmu alam lainnya. Comte merasa bahwa dinamika sosial lebih penting dibandingkan dengan statika sosial. Meskipun Comte menghendaki adanya perubahan sosial, tetapi ia tidak menginginkan perubahan secara revolusioner karena menurutnya evolusi masyarakat secara alamiah akan membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. Pembagian ini berpengaruh dalam landasan pemikiran Comte dengan teori evolusinya atau hukum tiga jenjang. Menurut Comte, masyarakat adalah suatu kenyataan sosial yng lebih dari sekadar bagian-bagian yang saling tergantung. Oleh karena itu, untuk memahami kenyataan sosial tersebut diperlukan metode penelitian yang empiris. Metode yang digunakannya itu disebutnya sebagai positivisme. Positivisme sendiri adalah paham filsafat yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan yang mengandung ciri pengkajian fakta yang pasti, cermat, dan bermanfaat melalui pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis. Dalam konteks ini, tampaknya Comte berusaha mengembangkan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru, mengubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh, dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan keahlian berpikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya pemikiran Auguste Comte yaitu tentang hukum tiga tahapnya yaitu : – Tahap teologi – Tahap metafisik dan – Tahap positif-ilmiah
1. Tahap Teologik Pemikiran manusia dalam tahap teologik dikuasai oleh imajinasi. Manusia percaya bahwa semua fenomena berasal dari kekuasaan- kekuasaan supranatural. Dalam perkembangan sejarah manusi individual tahap ini merupakan periode anak-anak. Masa teologi ini mulai sejak dulu dan berakhir pada abad ke empat belas dimana manusia ingin mengubah pemikiran dogmatis agama menjadi pemikiran setafisik. Menurut Auguste Comte tahap teologi atau tahap fiktif mempunyai tiga tahapan perkembangan yaitu: – Tahap animisme – Tahap politeisme – Tahap monoteisme Animisme merupakan tahap dimana kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mempunyai anggapan bahwa segala sesuatu yang berada di sekeliling manusia bersuasana sama kehidupannya seperti manusia sendiri. Politeisme adalah salah satu bentuk kehidupan masyarakat yang dilandasi pemikiran-pemikiran yang mempunyai anggapan bahwa daya pengaruh atau kekuatan penetu itu tidak lagi berasal dari benda-benda alam yang berada di sekeliling manusia melainkan berasal dari makhluk-makhluk yang tidak kelihatan yang berada di sekeliling manusia, dengan demikian kekuatan yang mempengaruhi keberadaan manusia sudah memiliki wujud tertentu. Dalam bentuk kehidupan politeisme ini timbullah kepercayaan behwa setiap benda, gejala dan peristiwa alam dikuasai dan dianut oleh dewa-dewanya masing-masing. Monoteisme adalah suatu bentuk kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mempunyai anggapan bahwa pengaruh dan kekuatan tertentu berasal dari suatu kesatuan mutlak yang adikodrati sifatnya. Biasanya disebut Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan merupakan satu-satunya penentu sebab utama dan tujuan akhir dari sesuatu yang ada. Periode monoteisme disebut pula transisi katolik feodal sebagai ciri adanya perkembangan gereja yang besar. Ada usaha-usaha mengatur kehidupan manusia. Agama di anggap universal sedangkan negara-negara adalah lokal. Oleh karena itu perlu adanya pemisahan negara dengan agama. Timbullah faham eman sipasi wanita. Paham kebebasan dari perbudakan yang menyadarkan manusia akan pentingnya hak asasi manusia. Menurut Auguste Comte pada fase monoteisme inilah tahap teologi atau tahap fiktif akan berakhir. – Tahap Metafisik Tahap metafisik atau tahap abstrak adlah tahapperalihan dari tahap teologi menuju tahap positif. Tahap metafisik adalah modifikasi tentang teologi.
Karya – karya:
Course Of Positive Philosophy
System Of Positive Politics
Appeal to Conservatives
Daftar Pustaka
Bourdeau, M. (2008,oct 1). August comte. Diakses Maret 22,2011, dari August Comte
Stanford Encyclopedia of Philosophy:Http://plato.stanford.edu/entries/comte/
*) Mahasiswa STT Yestoya Malang
No comments:
Post a Comment