Nama : Mei Larasati Hidayaturrahma
NPM : 170402080064
Univ Kanjuruhan Malang
“ Peranan Guru Bahasa dan Sastra Indonesia dalam menanamkan rasa percaya diri Siswa “
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN :
Mengangkat martabat guru dan dosen; 2. Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3. Meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. Memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 5. Meningkatkan mutu pembelajaran; 6. Meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan 9. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk mcningkatkan pcnghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pcndidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. (http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-14-tahun-2005-ttg-guru-dan-dosen.pdf)
Visi : terwujudnya pembelajaran yang membuat siswa/i atau murid lebih percaya pada diri sendiri, agar karakter siswa/i atau murid lebih terlihat dan menonjol untuk menghadapi daya saing antar siswa/i diseluruh bangsa.
Misi : Sebagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi saya adalah : (1) menciptakan suasana yang tidak monoton didalam kelas (2) menciptakan suasana santai tetapi SERIUS.
Tantangan guru Bahasa dan sastra Indonesia bisa dilihat dari faktor internal, yaitu menciptakan metode Pembelajaran yang “tidak membosankan” berkorelasi dengan pengubahan paradigma berpikir guru maupun siswa. Paradigma tersebut mengarah ke pengertian bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak sekadar mempelajari teori kaidah kebahasaan saja, tetapi juga mengajarkan cara berbahasa, yaitu cara berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Menitikberatkan kegiatan praktik ataupun memberian ilustrasi yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari dapat menjadi alternatif untuk menciptakan KBM yang lebih hidup. ( http://tyafirstya.blogspot.co.id/2014/04/tantangan-bagi-guru-bahasaindonesia.htm )
Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya.
Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas-tugas guru yang bersangkutan yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya. Hal-hal yang bersifat pemaksaan pun kadang perlu digunakan demi tujuan di atas. Misalkan pada saat guru menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat mendesak, pada saat bersamaan ada seorang murid ramai sendiri sehingga menganggu suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang bersangkutan memaksa anak tadi untuk diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara-cara tertentu.
Sesuai dengan teori “Mekanisme Belajar” yang disampaikan David O Sears (1985) bahwa ada tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar anak.
1. Asosiasi atau classical conditioning
Asosiasi atau classical conditioning ini berdasarkan dari percobaan yang dilakukan Pavlov pada seekor anjing. Anjing tersebut belajar mengeluarkan air liur pada saat bel berbunyi karena sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar bel. Setelah beberapa saat, anjing itu akan mengeluarkan air liur bila terdengar bunyi bel meskipun tidak disajikan daging, karena anjing tadi mengasosiasikan bel dengan daging. Kita juga belajar berperilaku dengan asosiasi. Misalnya, kata “Nazi” biasanya diasosiasikan dengan kejahatan yang mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat karena kita telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang mengerikan.
(2) Reinforcement,
Seorang anak mungkin belajar membalas penghinaan yang diterimanya di sekolah dengan mengajak berkelahi si pengejek karena ayahnya selalu memberikan pujian bila dia membela hak-haknya. Seorang mahasiswa juga mungkin belajar untuk tidak menentang sang professor di kelas karena setiap kali dia melakukan hal itu, sang professor selalu mengerutkan dahi, tampak marah dan membentaknya kembali.
(3) Imitasi.
Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Seorang anak kecil dapat belajar bagaimana menyalakan perapian dengan meniru bagaimana ibunya melakukan hal itu. Anak-anak remaja mungkin menentukan sikap politik mereka dengan meniru pembicaraan orang tua mereka selama kampanye pemilihan umum. Imitasi ini bisa terjadi tanpa adanya reinforcement eksternal dan hanya melalui observasi biasa terhadap model.
Imitasi adalah mekanisme yang paling kuat. Dalam banyak hal anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa dan selain orang tua si anak, guru di sekolah merupakan orang dewasa terdekat kedua bagi mereka. Maka dari itulah seorang guru harus bisa menunjukkan sikap dan keteladanan yang baik di hadapan murid-muridnya, biar dikemudian hari tidak akan ada istilah ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’.
Selain keteladanan, kewibawaan juga perlu. Dengan kewibawaan guru menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar. Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak mendidik dan membimbing anak dalam perkembangannya ke arah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan.
Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin (S. Nasution, 1995).
(http://cepatmudah123.blogspot.co.id/2015/01/kedudukan-dan-peranan-guru-di-sekolah.html)
Untuk memberikan kesan yang baik sebagai guru bahasa dan Sastra Indonesia, kita harus menciptakan metode pembelajaran yang menyenangkan, tidak monoton dan mudah diingat untuk para siswa/i.
Yang dimaksud dengan metode belajar yang menyenangkan ialah dengan menciptakan suasana kelas yang kondusif, tidak membosankan, karena bagi para siswa/i suasana kelas seperti itu membuat mereka merasa kantuk.
MenjadiGuru yang baik tidak mudah, karena kita memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan materi pelajaran kepada murid-murid kita, serta kewajiban kita selanjutnya adalah membuat mereka memahami tujuan pembelajaran tadi agar mereka lebih cepat memahaminya.
Respon murid terhadap pelajaran tentu berbeda-beda, oleh karena itu kita harus menggunakan metode belajar yang lebih baru dan modern agar murid-murid betah karena gurunya melakukan cara mengajar yang baik.
Sumber : (www.bestektur.com › Arti dan Definisi); (T. Raka Joni, dkk., Wawasan Kependidikan Guru, Jakarta: Depdikbud, 1984.Undang-undang Republik Indonesia Nomer 14 tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen.); (http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-14-tahun-2005-ttg-guru-dan-dosen.pdf); (http://cepatmudah123.blogspot.co.id/2015/01/kedudukan-dan-peranan-guru-di-sekolah.html) ;
( http://tyafirstya.blogspot.co.id/2014/04/tantangan-bagi-gurubahasaindonesia.htm )
No comments:
Post a Comment