SOLIDARITAS TERANCAM
*) Bamby Devta Wardhana, Pegiat Literasi
Permainan sepak bola selalu menarik untuk ditonton bahkan dikupas. Salah satu kupas menarik berikut ini.
Salam Bola...
Insiden kerusuhan sepak bola kembali mewarnai pertandingan lanjutan sepak bola Liga 1 tanah air.
Standion Kanjuruhan menjadi saksi tindak tidak terpuji Aremania yang selama ini merupakan salah komunitas supporter terbaik di tanah air; karena menjadi inspirasi lahirnya berbagai komunitas suporter di tanah air Aremania bukan komunitas suporter sepak bola kemarin sore.
Dia lahir dan tumbuh dengan evolusi kondisi Kota Malang yang cenderung keras, fair dan spontan.
Metamorphose menjadikan arema sebagai suatu komunitas yang memiliki sportivitas dan solidaritas tinggi. “ tidak kemana mana tapi ada dimana mana” salah satu mooto aremania yang selalu hadir dalam setiap pertandingan Arema FC berlaga.
Tumbuh sebagai pemersatu iklim gangster tahun 80 ankota Malang, membawa perubahan iklim keguyuban kota malang yang relative keras, sampai menjadi ‘the best suporter di tanah air sehingga ditiru oleh penikmat sepak bola tanah air.
Nasional bahkan internasional sudah mengakui eksistensi aremania yang membangkitkan iklim industry sepak boila Indonesia.Tanggal 15 April 2018 menjadi awal kelabu ketika laga Arema Vs Persib harus disudahi sebelum peluit panjang dibunyi oleh pengadil lapangan.
Arema merangsek masuk ke tengah lapangan sebagai ekspresi ketidakpuasan atas pertandingan yang mereka saksikan. Perang biru pun berakhir pilu.
Disaat kita semua sibuk mencari siapa yang salah dengan menunjukan jari pada yang lain, kita lupa bahwa korban sudah berjatuhan baik untuk aremania, Arema FC maupun Persib bandung sebagai tamu. Solidaritas sehat Aremania sudah berubah menjadi liar dan beringas.
Sebenarnya penyebabnya adalah ada ketidaksesuaian antara ekspektasi penonton dengan system yang dijalankan. Tensi yang dikobarkan dengan title “perang Biru” tersebut tidak sebanding dengan prasangka terhadap system pertandingan dengan aroma transaksional.
Keputusan wasit sering kali dipolitisir sebagai keputusan yang memihak/berat sebelah sebagai warisan tradisi sepak bola gajah di masa lalu. Ekspresi ketidakpuasan Aremania yang terpicu dengan ulah pengadil lapangan yang dinilai merugikan penampilan tim tuan rumah. Solidaritas sehat yang selama ini ditunjukan oleh Aremania harus berubah dan liar.
Bukan salah siapa yang terpenting untuk menyelesaikan insiden Kanjuruhan. Bagaimana system sepak bola dibangun dalam iklim ekosistem yang sehat. Bukan sekedar masalah menang atau kalah yg terpenting, melainkan bagaimana sportivitas itu dibangun dibangun dalam ekosistem bola yang sehat dengan menjunjung sportivitas, anti sara, dan maju dalam kebersamaan.
Semoga insiden kanjuruhan menjadi yang terakhir dalam sejarah persepakbolaan di tanah air. Sepak bola hanyalah bagian terkecil dari sistem social yang dibangun negeri ini…hukum, ekonomi dan politik juga sering diwarnai insiden seperti Stadion Kanjuruhan Kab Malang.
Salam solidaritas sehat.
Salam Bola
*) Bamby Devta Wardhana, Pegiat Literasi
Salam Bola...
Insiden kerusuhan sepak bola kembali mewarnai pertandingan lanjutan sepak bola Liga 1 tanah air.
Standion Kanjuruhan menjadi saksi tindak tidak terpuji Aremania yang selama ini merupakan salah komunitas supporter terbaik di tanah air; karena menjadi inspirasi lahirnya berbagai komunitas suporter di tanah air Aremania bukan komunitas suporter sepak bola kemarin sore.
Dia lahir dan tumbuh dengan evolusi kondisi Kota Malang yang cenderung keras, fair dan spontan.
Metamorphose menjadikan arema sebagai suatu komunitas yang memiliki sportivitas dan solidaritas tinggi. “ tidak kemana mana tapi ada dimana mana” salah satu mooto aremania yang selalu hadir dalam setiap pertandingan Arema FC berlaga.
Tumbuh sebagai pemersatu iklim gangster tahun 80 ankota Malang, membawa perubahan iklim keguyuban kota malang yang relative keras, sampai menjadi ‘the best suporter di tanah air sehingga ditiru oleh penikmat sepak bola tanah air.
Nasional bahkan internasional sudah mengakui eksistensi aremania yang membangkitkan iklim industry sepak boila Indonesia.Tanggal 15 April 2018 menjadi awal kelabu ketika laga Arema Vs Persib harus disudahi sebelum peluit panjang dibunyi oleh pengadil lapangan.
Arema merangsek masuk ke tengah lapangan sebagai ekspresi ketidakpuasan atas pertandingan yang mereka saksikan. Perang biru pun berakhir pilu.
Disaat kita semua sibuk mencari siapa yang salah dengan menunjukan jari pada yang lain, kita lupa bahwa korban sudah berjatuhan baik untuk aremania, Arema FC maupun Persib bandung sebagai tamu. Solidaritas sehat Aremania sudah berubah menjadi liar dan beringas.
Sebenarnya penyebabnya adalah ada ketidaksesuaian antara ekspektasi penonton dengan system yang dijalankan. Tensi yang dikobarkan dengan title “perang Biru” tersebut tidak sebanding dengan prasangka terhadap system pertandingan dengan aroma transaksional.
Keputusan wasit sering kali dipolitisir sebagai keputusan yang memihak/berat sebelah sebagai warisan tradisi sepak bola gajah di masa lalu. Ekspresi ketidakpuasan Aremania yang terpicu dengan ulah pengadil lapangan yang dinilai merugikan penampilan tim tuan rumah. Solidaritas sehat yang selama ini ditunjukan oleh Aremania harus berubah dan liar.
Bukan salah siapa yang terpenting untuk menyelesaikan insiden Kanjuruhan. Bagaimana system sepak bola dibangun dalam iklim ekosistem yang sehat. Bukan sekedar masalah menang atau kalah yg terpenting, melainkan bagaimana sportivitas itu dibangun dibangun dalam ekosistem bola yang sehat dengan menjunjung sportivitas, anti sara, dan maju dalam kebersamaan.
Semoga insiden kanjuruhan menjadi yang terakhir dalam sejarah persepakbolaan di tanah air. Sepak bola hanyalah bagian terkecil dari sistem social yang dibangun negeri ini…hukum, ekonomi dan politik juga sering diwarnai insiden seperti Stadion Kanjuruhan Kab Malang.
Salam solidaritas sehat.
Salam Bola
No comments:
Post a Comment