(Sumber:
Intisari – Mei/2012, hlm 63)
Di Indonesia umumnya orang bekerja
dari pagi hingga larut malam karena banyak pekerja yang lembur. Pada awalnya di
kota Melbourne, Australia juga memiliki jam kerja sekitar 12 jam. Para pekerja
di sana merasakan bahwa bekerja selama 12 jam itu kurang efektif. Karena mereka
hanya mendapatkan gaji yang tidak pernah naik & selain itu tingkat
produktivitasnya juga rendah dan tidak pernah berkembang. Sehingga para pekerja
protes dan akhirnya terciptalah metode baru, “888”. 8 jam bekerja, 8 jam
rekreasi & 8 jam istirahat.
Saat jam kerja masih 12 jam di
Melbourne, timbulah pertanyaan dari pribasi para pekerja, “Apakah kita perlu
menghabiskan banyak waktu di kantor bila ternyata produktivitasnya mungkin akan
lebih baik bila diperlakukan pembatasan jam kerja?”. Pembatasan jam kerja mulai
diusulkan sejak Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-19. Saat itu jam
kerja masih 12-15 jam sehari. Para pemilik paabrik & politisi juga
memikirkan kehidupan pekerja pabrik, terutama anak-anak. Kemudian, Robert Owen,
seorang pemilik pabrik & mencetuskan ide “888”.
Dari sinilah lahir kebijakan untuk
mengurangi jam kerja menjadi 10 jam kerja menjadi 10 jam per hari, termasuk
akhirnya diberlakukan juga di Australia.
Pada 12 Mei 1856, tukang-tukang bangunan di Melbourne berjalan ke gedung
parlemen untuk menuntut adanya pengurangan jam kerja. Kejadian ini dikenal
sebagai “888 Movement”. Dan pada hari itu langsung ditetapkan sebagai hari
berlangsungnya “888”. Hal itu langsung disahkan oleh pihak pemerintahan
setempat setelah pemikiran & perundingan dengan pihak lain.
Hal ini berlangsung di Melbourne,
Australia. Dan juga kota Melbourne satu-satunya kota yang menggunakan prinsip “888”.
Setelah penetapan itu, dibuatlah monument “888” oleh pekerja setempat di pusat
Kota Melbourne. Pembangunan monument ini dibuat sebagai penghargaan kepada para
pekerja yang berjuang atas pembatasan jam di Melbourne. Dan karena pekerjaan
& produktivitas meningkat jugalah yang dijadikan alas an pembuatan monument
ini.
Dikarenakan para pekerja protes, karena
dengan waktu lembur, mendapat gaji yang sedikit & produktivitasnya tidak
berkembang. Itulah alas an dari pencetusan prinsip “888” ini. Mulai dari
pekerja, wanita, sampai anak anak pun juga protes akan hal ini. Oleh sebab itu,
pemerintah memikirkan akan hal ini dari segi tiap kehidupan. Dan yang pada
akhirnya remikanlah prinsip ini.
Dalam prinsip “888” di kota
Melbourne ini, tidak ada protes maupun kontraversi yang timbul. Mereka memberlakukan
jam kerja dari jam 9.00-15.00 dan tidak ada lembur. Nyatanya, hal ini berjalan
dengan lancer. Dan selain itu produktivitas kota Melbourne meningkat.
Masyarakat Melbourne sangat senang dengan hal ini.
Hal ini menggunakan prinsip revolusi
karena sekali pencetusan prinsip itu langsung di sahkan. Hal ini direncanakan
oleh para pekerja Melbourne dengan mmikirkan segala efeknya. Hal ini disusun
oleh kaarena pengaruh external dari tingkat kesejahteraannya. Hal ini juga
berdampak positif bagi warga Melbourne menjadi semakin produktif daripada yang
sebelumnya.
No comments:
Post a Comment