Saturday, March 3, 2018

288 30 Hal Tentang Pendidikan Ke-IPS-an


Eskalasi kerusakan moral masyarakat Indonesia di tahun 2013 cenderung meluas dan banyak diberitakan di berbagai media elektronik, antara : 1) meningkatnya kekerasan di kalangan masyarakat; 2) penggunaan bahsa dan kata-kata yang memburuk, cenderung tidak menggunakan kata baku; 3) pengaruh geng yang kuat dalam tindak kekerasan; 4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alcohol, dan seks bebas; 5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; 6) menurunnya etos kerja; 7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua  dan guru; 8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara; 9) membudayanya ketidakjujuran; dan 10) adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesame (Anwar, Q., 2011) dalam (Abbas, 2014)
Abbas, Dr. Ersis Warmansyah., M. Pd. 2014. Pendidikan Karakter. Niaga Sarana Mandiri. Bandung 

1.       NCC (1994) mendefiniskan bahwa IPS adalah integrasi disiplin ilmu-ilmu sosial dalam rangka membentuk warga Negara yang baik. IPS Sebago program pendidikan memilih bahannya dari disiplin ilmu antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, politik, psikologi, agama dan sosiologi.
Numan Somantri (1993) mengatakan IPS adalah bahan pengajaran dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis/paedogogis untuk tujuan pendidikan.
Fenton (1967) ada tujuan utama, yaitu 1)  social studies prepare children to be good citizens; 2) social studies teach children how to think; 3) social studies pass on the cultural heritage.

Lebih sederhana, yaitu mempersiapkan anak didik menjadi warga Negara yang baik. Mengajar anak didik mampu berpikir dan agar anak didik melanjutkan kebudayaannya disajikan oleh Prof Dr. Wahyu  (Abbas, 2015)

2.       Pembelajaran Sosial dan Emosi (ESL) bahwa pemahaman teoritis tentang cara anak-anak mempelajari ketrampilan sosial dasar telah menjadi lebih canggih daripada pandangan sebelumnya mengenai tercapainya ketrampilan sosial. Pertama, ada pengakuan bahwa kinerja sosial mencakup koordinasi koqnisi, dan perilaku, dan bahwa wilayah ini, serta koordinasinya berkembang dari waktu ke waktu. Kedua, ketrampilan yang diperoleh adalah hasil yang berkelanjutan dari proses yang tergantung pada pemeliharaan, dukungan, dan apresiasi dalam berbagai konteks lingkungan. Ketiga, banyak yang sekarang disadari tentang banyaknya pengaruh yang menumpuk pada siswa, tidak semuanya sesuai dengan pengembangan ketrampilan SEL (Nucci, 373)

3.       Bourdieu memiliki istilah doxa. Doxa ialah dunia wacana yang mendominasi kita. Ia merupakan semesta makna yang diterima begitu saja kebenarannya tanpa dipertanyakan lagi (Fashri, 2014).


4.       Hasil penelitian Wahidmurni (2014) menunjukkan prioritas permasalahan yang dihadapi guru dalam melaksanakan pembelajaran mata pelajaran IPS secara terpadu dengan menggunakan tema adalah (1) kurangnya pemahaman tentang cara mengembangkan materi IPS secara terpadu; (2) kurangnya pemahaman tentang konsep pembelajaran IPS terpadu; (3) ketersediaan sumber belajar (literature) di madrasah; (4) media pembelajaran yang terbatas; (5) kemampuan untuk merencanakan pembelajaran IPS terpadu; (6) kemampuan dalam menerapkan metode dan teknik pembelajaran; (7) kemampuan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran; (8) kemampuan guru dalam menyampaikan informasi; (9) kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat ; (10) kondisi kelas kurang kondusif; dan (11) komunikasi antar-guru IPS terbatas (Wahidmurni, 2017)

5.       Wallwork (1984) berusaha menspesifikasikan model enam tahap konsepsi evolusioner Durkheim pada awal kariernya: gerombolan dasar, suku berbasis-marga sederhana; persekutuan suku, Negara-kota kuno, masyarakat abad pertengahan, bangsa industry modern (Ritzer, 156).

6.       Interaksi simbolik yang diketengahkan Blumer (1969) mengandung sejumlah root images atau ide-ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut (Poloma, 1984:269): (1) masyarakat terdiri dari dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling berseuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai “organisasi sosial”; (2) interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain, baik interaksi non-simbolik, maupun interaksi simbolik; (3) objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsic, makna lebih merupakan produk interaksi simbolik; (4) manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka juga dapat melihat dirinya sebagai objek; (5) tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh manusia; (6) tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok (Haryanto, 82)

7.       PKn merupakan sasaran inti (core target) yang dikembangkan dalam PIPS. Kajian PKn bukan sekedar memperhatikan aspek akademis melainkan juga aspek budaya. Michaelis (1980) menyatakan bahwa tradisi Social Studies as citizenship transmission hendaknya dapat meneruskan aspek-aspek dasar sejarah dan warisan budaya (Abbas, 2013)

8.       Margaret Poloma menyatakan bahwa Safty Value (katub keselamatan) merupakan mekanisme khusus yang  digunakan kelompok untukmencegah konflik sosial, terutama konflik yang lebih besar yang berpotensi merusak struktur keseluruhan. Safty Value mampu mengakomodasi luapan permusuhan menjadi tersalur, tanpa menghancurkan seluruh struktur (Susilo, 2008)

9.       Fenomena system yang dikelompokkan secara longgar di bawah istilah perilaku kolektif umumnya memiliki beberapa elemen: 1) fenomena tersebut melibatkan sejumlah orang yang melakukan tindakan yang sama atau mirip pada waktu yang bersamaan; 2) perilaku yang ditampilkan tersebut bersifat sementara atau terus menerus berubah, tidak dalam kondisi seimbang/stabil; 3) terdapat semacam ketergantungan tertentu di antara tindakan-tindakan tersebut; individu tidak bertindak secara bebas ( Coleman, 2011)
10.   Berkenaan dengan konstruktivisme Edmund Husserl (1895-1938) mengemukakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan konstruksi sendiri. Ditegaskan bahwa pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi koqnitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk suatu pengetahuan (Muchtar, 2014)

11.   Hidup dilalui ke depan, tetapi dipahami kebelakang, begitulah eloknya ujaran dari seorang filsuf eksistensialis bernama Kierkegard dalam Taufik Abdullah (2001: 27). Pandangan dari Kierkegard pada dasarnya adalah membincangkan persoalan kesadaran tentang waktu, kesinambungan (continuity) dan perubahan (change) dalam dinamika kelampauan (past), kekinian (present), dank e masa yang akan datang (future) yang menjadi pokok dari kajian ilmu sejarah, seperti diucapkan oleh Djoko Suryo (2009: 28) disajikan oleh  Anis (Abbas, 2014)

12.   Perjuangan-perjuangan simbolik atas persepsi dunia sosial dapat mengambil dua bentuk yang berbeda. Pada sisi objektif, orang dapat bertindak melalui perepresentasian (baik yang bersifat individual maupun kolektif), agar dapat menunjukkan dan mengendalikan berbagai pandangan tertentu tentang realitas. Pada sisi subjektif, orang dapat bertindak dengan cara menggunakan strategi presentasi-diri atau dengan mencoba mengubah kategori persepsi dan apresiasi tentang dunia sosial ( Harker, 2009)

13.   Ada sebuah struktur yang bersilangan, yang homolog dengan struktur arena kuasa dimana, seperti yang kita ketahui, para intelektual, yang kaya dengan modal kultural dan (relative) miskin dalam modal ekonominya, dan para pemilik industry dan pebisnis, yang kaya dengan modal ekonomi namun (relative) miskin dalam modal kultural, berada dalam oposisi satu sama lain: di satu sisi, dari segi tuntutan pasar dan  pengangguran nilai-nilai ketakberkepentingan terdapat independensi maksimal; sementara di sisi lain, dari segi permintaan kelas borjuis-kecil atau pun kelas pekerja, seperi permintaan komedi bangsawan atau novel serial, terdapat ketergantungan langsung yang diganjar kesuksesan langsung (Bourdieu, 2016)

14.   Kohlberg meringkas tiga arus besar dalam perkembangan pemikiran pendidikan Barat: romantisme, transmisi kultural, dan progresivisme. Pandangan romantisme tentang pendidikan mengikuti filsafat Jean Rousseau, George H. Mead, dan G. Stanley Hall, dan dicontohkan dengan gerakan Summerhill yang dipelopori A.S. Nell. Menurut pandangan ini, apa yang berasal dari dalam diri anak adalah aspek perkembangan terpenting, dan pendidikan harus membiarkan munculnya kebaikan dari dalam (inner- good) diri anak-dan kkeburukan dari dalam dirinya (inner- bad) dikendalikan- dalam lingkungan pedagogi yang bebas. Sebaliknya, pandangan transmisi kultural/budaya menyatakan bahwa tugas utama pendidikan adalah mengalihkan informasi, aturan, dan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya untuk mempertahankan stabilitas dan melindungi pencapaian generasi sebelumnya. Teknologi pendidikan dan terutama teori-teori behavioristic membentuk ideologi pendidikan ini. Terakhir adalah progresivisme sebagai aliran ketiga dalam pemikiran pendidikan, dan pemikiran inilah yang diikuti oleh Kolhberg. Progresivisme, berdasarkan pemikiran William James dan John Dewey, berpandangan bahwa pendidikan harus mengembangkan interaksi alamiah antara anak dan masyarakat atau lingkungan (Palmer, 2010)
  
15.   Tonnies (1889) memaparkan tentang Gemeinschaft (komunitas) dan Gesselschaft (asosiasi) sebagai dua kutub cara hidup. Tindakan-tindakan yang terlibat dalam hubungan “komunal” yang khas dari komunitas tradisional, desa-desa, dan lokalitas luar kota dimotivasi oleh sebuah spitit tradisionalisme dan dibangun di seputar sentimentalism solidaritas yang mengikat dan menyatukan masyarakat dengan erat menjadi kelompok sosial yang kohesif dan konsensual. Tindakan-tindakan yang terlibat dalam hubungan “asosiatif” yang khas dari kapitalisme modern dimotivasi oleh pertimbangan-pertimbangan yang murni rasional dan menempatkan masyarakat dalam situasi yang kompetitif anonym, dan terbagi-bagi (Scott, 2012)

16.   Auguste Comte sebagai pencetus istilah positivism, meyakini bahwa sosiologi dengan pendekatan filsafat positivistic, akan mampu menjadi obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit sosial yang berupa “kekacauan sosial”. Kakacauan sosial seringkali disebabkan oleh karakter individualistic yang saling mengedepankan kepentingan dirinya masing-masing, yakni individualistic pemburu rente. Oleh karena itu, positivistic harus mengarahkan, bagaimana Negara bisa menjadi kuat, untuk membangkitkan semangat rakyat, dan meningkatkan kepedulian sosial (Suyanto: 2013)

17.   Durkheim tidak memeriksa mengapa individu A dan B melakukan bunuh diri; melainkan dia lebih berminat pada sebab-sebab perbedaan di dalam angka bunuh diri dikalangan kelompok-kelompok, wilayah-wilayah, negeri-negeri, dan kategori-kategori orang yang berbeda (misalnya kawin dan lajang). Argumen dasarnya ialah bahwa sifat dasar dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam fakta-fakta sosiallah yang menyebabkan perbedaan-perbedaan angka bunuh diri (Ritzer: 2012)

18.   Coleman kemudian mendefinisikan modal sosial sebagai “seperangkat sumber daya yang melekat pada hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial, komunitas, dan yang berguna bagi perkembangan koqnitif atau sosial anak atau orang yang masih muda. Sumber –sumber daya tersebut berbeda bagi orang-orang yang berlainan dan dapat memberikan manfaat penting bagi anak-anak dan remaja dalam perkembangan modal manusia mereka (Field: 2010)

19.   Heidegger mengingatkan bahwa kegemaran bergunjing akan menyebabkan manusia mengalami kejatuhan eksistensial. Kejatuhan eksistensial ini dapat dimaknai sebagai terkurungnya manusia di dalam dunia keseharian yang penuh banalitas dan common sense, tapi minus refleksi yang mendalam-obrolan yang tidak tentu arah itu dimaksudkan untuk meringankan beban eksistensial, yaitu kecemasan akan kesendirian. Pergunjingan, menurut Heideger, tidak hanya meliputi obrolan mengenai aib orang lain, tapi juga meliputi semua perbincangan tentang hal-hal yang tak penting, tidak substantive, dangkal, dan munis refleksi-Heideger menyebut obrolan seperti ini Gerede yang diartikan sebagai cara berada Dasein yang tercerabut (Adian: 2010)
20.   Tujuan diselenggarakannya Prodi Pendidikan Sosiologi : 1) meningkatkan pemanfaatan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana pendidikan yang ada sehingga mampu memperbesar tingkat produktivitasnya; 2) meningkatkan penguasaan materi sosiologi dan kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 3) meningkatkan ketrampilan dalam mengantisipasi perubahan sosial budaya pada era globalisasi; 4) meningkatkan ketrampilan dalam melaksanakan pembelajaran, pengembangan ilmu dan pembangunan; 5) meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam melaksanakan penelitian sosial, khususnya sosiologi dan penelitian tindakan kelas untuk kepentingan pembelajaran, pengembangan ilmu, dan pembangunan, oleh Rochgiyanti dalam (Abbas: 2014)

21.   Interaksi simbolik, kehidupan sosial secara harafiah adalah “interaksi manusia melalui penggunaan symbol-simbol”. Intetaksi simbolik tertarik pada : 1) cara manusia menggunakan symbol untuk mengungkapkan apa yang mereka maksud, dan untuk berkombinasi satu sama lain (suatu minat interpretif yang ortodoks), 2) akibat interpretasi atas symbol-simbol terhadap kelakuan pihak-pihak yang terlibat selama interaksi sosial (Jones: 2016)

22.   Bahwa manusia hidup di tengah-tengah tiga lingkungan, yaitu lingkungan material, lingkungan sosial, dan lingkungan simbolik. Yang dimaksud dengan lingkungan material bukanlah ekosistem, tempat ketiga lingkungan itu berkait, tetapi lingkungan buatan manusia, seperti rumah, jembatan, sawah, peralatan-peralatan’ Lingkungan sosial ialah organisasi sosial, stratifikasi, sosialisasi, gaya hidup dan sebagainya. Lingkungan simbolik ialah segala sesuatu yang meliputi makna dan komunikasi, seperti kata, bahasa, mite, nyanyian, seni, upacara, tingkah laku, benda-benda, konsep-konsep, dan sebagainya (Kuntowijoyo:2006)

23.   Homo Ludens-manusia makhluk yang bermain-dipopulerkan oleh John Huizinga (1872-1945). Manusia yang bermain adalah sumber peradaban manusia. Karena merupakan sumber peradaban manusia, maka Huizinga memahami permainan sebagai tindakan bebas yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh kegembiraan dan kebahagiaan. Tujuan  akhir dari permainan adalah realisasi diri. Untuk itu diminta ketekunan, kerja keras, dan latian. Lebih lanjut ia memaparkan tiga ciri permainan: 1) permainan selalu mengikuti aturan. Setiap aturan dibuat dan harus ditaati oleh siapa pun yang  terlibat dalam permainan. Aturan dibuat agar permainan berjalan dengan lancer, tetapi jangan sampai mematikan kreatifitas sehingga permainan menjadi kaku, tidak menarik dan membosankan. 2) bermain selalu terjadi secara spontan. Artinya, permainan mengalir begitu saja. Ia menghargai kreatifitas dan kecerdasan manusia untuk mengolah permainan. 3) permainan selalu mencari kemenangan. Karena itu, permainan selalu merupakan tantangan untuk mengaktualisasikan diri secara total demi sebuah kemenangan. Namun, jangan sampai putus asa oleh kekalahan sebab sebagaimana diurai Huizinga, penghormatan terhadap martabat manusia merupakan tujuan akhir dari permainan. Dalam konteks ini, permainan sebagai realisasi kebebasan manusia untuk mengembangkan dirinya (Pandor: 2010)

24.   Ciri-ciri pendidikan IPS dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1) IPS sebagai program pendidikan atau mata pelajaran dalam kurikulum sekolah  yang diadaptasi dari social studies. 2) IPS sebagai program pendidikan berusaha mengkaji masalah-masalah kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara secara sistematis, sistemik, dan objektif. 3) IPS sebagai program pendidikan atau mata pelajaran dalam kurikulum sekolah yang  diadaptasi dari citizenship  atau civic education. 4) IPS sebagai civic education berusaha membentuk peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik (good citizen) dan mampu berperan serta secara aktif dalam kehidupan masyarakat yang demokratis. 5) IPS sebagai program pendidikan bukan sekedar mencakup ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk kepentingan pendidikan di sekolah, melainkan mencakup pendidikan nilai atau etika, filsafat, agama, dan humaniora. 6) IPS sebagai program pendidikan berusaha untuk meningkatkan wawasan dan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional peserta didik. 7) IPS sebagai program pendidikan berusaha membekali peserta didik agar memiliki kemampuan dalam memahami dan memecahkan masalah-masalah kehidupan dalam memahami dan memecahkan masalah-masalah kehidupan manusia (Jarolimek dan Parker, 1993; Naylor dan Diem, 1987). 8) IPS sebagai program pendidikan berusaha membekali peserta didik agar memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan secara tepat, sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat, bangsa, dan Negara (Banks dan Clegg, 1977; Kaltsounis, 1987). 9) IPS sebagai program pendidikan mencakup komponen pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan ketrampilan-ketrampilan dasar (basic skills) seperti ketrampilan berpikir (intellectual skills), ketrempilan melakukan penyelidikan (research skills), ketrampilan akademik, (academic skills), dan ketrampilan sosial (social skills) sebagai dasar pembentukan warga Negara yang baik dan kemampuan pengembilan keputusan yang logis. 10) Pembelajaran IPS harus selalu dikaitkan dengan pendidikan nilai (value education) agar peserta didik sebagai warga Negara yang baik memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan (decision making) secara rasional dan objektif (Michaelis, 1988). 11) IPS menekankan model-model pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan belajar-mengajar (activity based learning) (Pramono: 2013)
    
25.   Bangsa merupakan sebuah imagined communities dari sejumlah warga yang memiliki kerakteristik sama, yang membedakannya dari komunitas lain (Bertrand 2004:16). Menurut Yack (1996), seperti dikutip Bertrand (2004:17), yang pemikirannya sejalah dengan ahli teori nasionalisme Ernst Renan, ada dua hal yang membentuk sebuah bangsa: kesadaran akan masa kini dan warisan budaya yang merupakan hasil dari kenangan dan pengalaman bersama. Sedangkan kebangsaan (nationhood) adalah rangkaian upaya untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan masyarakat (society) di satu pihak dan kekuasaan Negara (state) di pihak lain (Wirutomo, 2015)

26.   Menurut Driver dkk (1994), konstruktivisme sosial menekankan bahwa belajar berarti dimasukkannya seseorang ke dalam suatu dunia simbolik. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antarpribadi (Suparno: 1997)
27.   Bahwa struktur-struktur yang mantap perlu untuk berdirinya setiap paguyuban atau organisasi. Melalui struktur tujuan tercapai. Tetapi ilham asli juga terancam oleh struktur. Kebekuan dapat timbul dan kelesuan menyusul. Struktur itu bukan ungkapan yang memadai dari ideal, selalu ambivalen dan problematis (Bakker: 1984)

28.   Konflik adalah mekanisme yang mendorong  perubahan. Konflik berpengaruh efektif terhadap seluruh tingkat realitas sosial.  Bahkan pada tingkat individual, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa perkembangan kecerdasan logika anak-anak dapat dipercepat melaui penciptaan konflik koqnitif secara sengaja (Lauer: 2003)

29.   Gaya pembelajar (learning styles of student) sangat berpengaruh terhadap bagaimana pembelajar mendekati tugas-tugas yang harus dipelajarinya. Keberagaman gaya pembelajar dapat menghasilkan performa belajar dan kepuasaan belajar yang lebih tinggi. Di sisi lain keberagaman gaya pembelajar dalam suatu kelompok dapat menghasilkan kesepakatan bagaimana menentukan pendekatan dalam rangka penyelesaian tugas. Pembelajaran kooperatif yang beraksentuasi pada heterogenitas gaya pembelajar dalam kelompok memberikan efek pada masing-masing gaya pembelajar , menurut Suprijono (Abbas: 2014)

30.   Salah satu ciri yang membedakan Geografi dengan ilmu-ilmu lain adalah pendekatan spasial atau pendekatan keruangan (Bintarto, 1988). Pendekatan keruangan banyak berhubungan dengan beberapa unsur yaitu: 1) unsur jarak, baik jarak absolut naupun jarak relative (sosial), yang dapat berpengaruh terhadap keakraban, keseganan, rasa asing, dan kesenjangan sosial (social gap); 2) unsur pola atau pattern, misalnya saja adanya struktur geologi dan struktur morfologi yang berpengaruh terhadap pola permukiman; 3) unsur site dan situation, yang erat hubungannya dengan topografi dan teknologi suatu wilayah tertentu; 5) unsur keterkaitan, besar kecilnya keterkaitan banyak menentukan hubungan fungsional antara beberapa tempat oleh Deasy Arisanty dalam (Abbas, 2014)

31.   Nattasya (2012) diuraikan bahwa kata kunci dalam pelaksanaan blue economy adalah kepedulian sosial (social inclusiveness), efisiensi sumber daya alam, dan system produksi tanpa menyisakan limbah. Sehingga konsep ini bisa menawarkan platform yang luas dari ide-ide inovatif yang telah diimplementasikan di dunia dan dapat menginspirasi kaum muda dan mendorong kemauan untuk, berwirausaha disetiap sector bisnis kelautan dan perikanan melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara berkelanjutan dikuti oleh Muhammad Rahmatullah (Abbas, 2014)
32.   ..


Daftar Pustaka

Abbas, Ersis Warmansyah. 2013. Mewacanakan Pendidikan IPS. Wahana Jaya Abadi.  Bandung
Abbas, Dr. Ersis Warmansyah., M. Pd. 2014. Pendidikan Karakter. Niaga Sarana Mandiri. Bandung
Abbas, Ersis Warmansyah. 2014. Building Nation Character Through Education. Wahana Jaya Abadi.  Bandung
Abbas, Ersis Warmansyah.  2014. Pendidikan IPS Berbasis Kearifan Lokal. Wahana Jaya Abadi. Bandung
Adian, Donny Gahral. 2010. Pengantar Fenomenologi. Penerbit Koekoesan.  Depok
Bakker, J.W.M., SJ. 1984. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Kanisius. Jogjakarta. 
Bourdieu, Pierre. 2016. Arena Produksi Kultural. Kreasi Wacana. Bantul
Coleman, James S. 2011. Dasar-Dasar Teori Sosial. Nusamedia. Bandung
Field, John. 2010. Modal Sosial. Kreasi Wacana. Bantul
Fashri, Fauzi. 2014. Pierre Bourdieu Menyingkap Kuasa Simbol. Jalasutra. Yogyakarta 
Harker, Richard; Cheelen Mahar; Chris Wilkes. 2009. (HabitusXModal)+ Ranah=Praktek. Jalasutra. Yogyakarta
Haryanto, Sindung. 2012. Spektrum Teori Sosial Dari Klasik Hingga Postmodern. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.
Jones, Pip; Liza Bradbury, Shaun Le Boutillier. 2016. Pengantar Teori-Teori  Sosial. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta
Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta.
Lauer, Robert H. 2003. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Rineka Cipta. Jakarta
Muchtar, Suwarma Al. 2014. Epistimologi Pendidikan IPS. Wahana Jaya Abadi. Bandung
Nucci, Larry P., Darcia Narvaez. 2014. Handbook Pendidikan Moral dan Karakter. NusaMedia, Bandung
Palmer, Joy A. 2010. 50 Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia Pendidikan Modern.Transmedia. Jogjakarta.  
Pandor, Pius; CP. 2010. Ex Latina Claritas Dari Bahasa Latin Muncul Kejernihan. Penerbit Obor. Jakarta.
Pramono, Suwito Eko. 2013. Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Widya Karya. Semarang. 
Ritzer, George & Barry Smart. 2012. Handbook Teori Sosial. Nusamedia. Bandung.
Ritze, George. 2012. Teori Sosioologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Scott, John. 2012. Teori Sosial Masalah-Masalah Pokok Dalam Sosiologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Suparno, Dr. Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Yogyakarta
Susilo, Rachmad K. Dwi. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta
Suyanto, Bagong. 2013. Filsafat Sosial. Aditya Media Publishing. Malang .  
Wahidmurni, Dr. H_M. Pd. 2017. Metodologi Pembelajaran IPS. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.
Wirutomo, Paulus. 2015. Sistem Sosial Indonesia. UI-Press. Jakarta.



No comments:

Post a Comment