Monday, March 26, 2018

356 ProfGur Km 14 catatan Ketika Harapan Terwujud

Nama: Ovantri Erli Jehalu
NPM: 1704020800041
Kelas: 2017B
Prodi: bahasa dan sastra indonesia

               Ketika Harapan dapat Terwujud
Dulu aku pernah rapuh,harapanku punah,masa depankupun hampir hancur tak tersisa. Setelah aku lulus SMA ayahku pernah berkata “Erli mungkin perjuanganmu cukup sampai disini saja karena mengingat kakakmu yang masih kuliah,dan Ibumu juga masih kuliah”,saat itu aku tak bisa berkata-kata. Aku hanya tertunduk diam sambil merenungkan nasibku yang bagaimana nantinya. Dalam hati aku selalu berpikir “Tuhan akankan semuanya berakhir sampai disin? Tapi aku ingin sekali untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi,apa yang harus aku lakukan?” setiap hari aku tidak pernah tersenyum,aku masih saja terus memikirkan akan nasibku nantinya.
Suatu hari saat kami sedag berkumpul untuk makan siang,bapa lagi-lagi mengatakan hal yang sama,bahwa aku tidak akan melanjutkan sekolahku ke jenjang yang lebih tinggi. Lagi-lagi pula aku terdiam,aku tertunduk sedih,tak sadar pula air mataku menetes membasahi pipiku. Aku tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan,aku terdiam bingung dalam rapuh. Karena tak menahan tangisan itu,aku beranjak dari kursiku menuju kamar tidurku. Aku merasa seakan-akan bapaku tak adil,aku merasa seakan-akan mereka tak mempedulikan masa depanku. Saat itu aku terus menyalahkan bapa,seolah-olah aku ingin membencinya. Tapi sejenak aku juga berpikir “sekejam-kejamnya bapa dia pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya” sejenak aku tegar karena aku berpikir kalau aku tidak boleh egois,aku harus memahami keadaan keluarga juga. Saat akku masih terbaring di kasur yang kurang empuk,Ibu datang menghampiriku,diang dengan penuh kasih sayangnya memberikan pelukan hangat untukku. Seakan-akan ibu ingin menguatkaku. Aku bersandar di dadanya,air mataku terus mengalir,tapi tangan ibu yang begitu lembut membelai rambutku,sambil berkata “Erli ini bukan berakhir dari segalanya,kamu harus kuat,karena ibu yakin kalau Bapa pasti akan merubah pikiran,dan kalaupun bapamu tidak merubah keputusannya,ibu sangat berharap supaya kamu jangan berkecil hati,umurmu masih sangat kecil,perjalanan hidupmu masih sangat panjang,jangan pernah berpikir kalau semuanya sudah berakhir. Ibu pasti akan berusaha untuk membujuk Bapamu”. Setelah ku mendengar kata-kata itu dari mulut ibu,aku langsung bangun dari sandaran ibu dan mengusap air mataku. Aku yakin dan percaya bahwa semua kata-kata ibu itu benar. Aku tidak boleh putus asa karena ini semua baru permulaan.
Sekitar 1 minggu kemudian,tiba-tiba Bapa menyuruhku untuk menghubungi kakak aku yang kuliah di malang. Dengan sangat heran aku tanya kepada bapa, “bapa untuk apa aku menghubungi kaka? Ada keperluan apa?” bapa langsung menjawab, “Sudah tidak usah banyak tanya,telpon saja kakakmu”. Akupun menuruti kata bapa,dang langsung menghubungi kaka yang kuliah di Malang. Dalam diam aku hanya mendengarkan pembicaraan bapa dengan kakaku. Tak disangka,dan tak sedikitpun terlintas di otakku,kalau bapa merencanakan aku untuk berkuliah di Malang juga,hatiku tak karuan,jantungku terasa berdetak begitu kencang,aku bahagia sekali mendengar kalau bapa sudah merubah keputusan. Aku beranjang dari tempat duduku lalu berdiri memeluk bapa,aku minta maaf kepada bapa dan juga aku berterima kasih,karena akhirnya impianku untuk lanjut kuliah terwujud juga.
Terima kasih Bapa, terima kasih Ibu

No comments:

Post a Comment