Kelas : 2017 A
NPM : 170402080022
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Klandestin
Nana membuka matanya lebar-lebar saat mendengar suara derap langkah kaki di lorong tempat kosnya. Padahal, jam menunjukkan pukul 00.12, dan sedang turun hujan, seharusnya suara derap langkah kaki itu tersamarkan. Namun tidak, suara itu sangatlah jelas. Dalam hati, Nana merutuki kebodohannya, tentang mengapa ia tidak bisa tidur malam ini dan kosnya sedang sepi karena banyak yang pulang kampung.
Ponsel Nana yang tergeletak di atas nakas tiba-tiba berdering dan berhenti. Nana langsung menyambar ponselnya dan melihat siapa yang menelpon.
Sebuah Panggilan tak terjawab dari kontak bernama Rendi Sayang. Tak lama, ada sebuah pesan masuk dari Rendi.
Sayang, selamat ulang tahun. Aku ada di depan kosmu, boleh aku masuk? Aku kedinginan dan sedang hujan deras. Aku ingin memelukmu, dan merasakan kehangatanmu.
"Nggak mungkin, ini bukan Rendi," ucap Nana tidak percaya.
Satu pesan lagi masuk ke ponsel Nana.
Nana, kok kamu jahat sih biarin aku sendirian? Aku kedinginan, aku ingin memelukmu.
Tiba-tiba ponselnya berdering kembali.
Rendi Sayang Is Calling.
Tubuh Nana menegang, ia langsung melemparkan ponselnya ke sembarang arah dan bersembunyi di balik selimut.
"Jangan ganggu aku, Rendi," lirih Nana, tubuhnya berkeringat dingin.
Bukannya Nana jahat membiarkan Rendi.
Tapi ....
Tapi Rendi telah meninggal seminggu yang lalu.
"Nggak, ini mimpi. Nana, sadar!"
Nana menepuk pipinya dan merasakan sakit. Oh tidak, ini bukan mimpi, ini nyata! Bibirnya menggigil dan menggigiti kukunya.
Tok, tok, tok.
Pintu kamar Nana diketuk.
Nana mengabaikannya dan memejamkan matanya rapat-rapat.
Tok, tok, tok.
Pintu kamar Nana kembali diketuk.
Nana berdecak kesal. Ia sangat penasaran, tapi juga takut.
Dengan langkah pelan, ia perlahan mendekat, dekat, dekat, dan semakin dekat. Ia sampai di depan pintu. Ia mengintip lewat lubang kunci dan hanya melihat warna merah.
"Kok merah?" gumam Nana.
Ia masih terus melihat warna merah itu dari lubang kunci. Tiba-tiba, warna merah itu terlihat bergerak menjauh dan berkedip.
"Astaga!" pekik Nana kaget.
Badannya langsung terasa lemas, tubuhnya luruh ke dinginnya lantai.
"Ta-tadi, tadi yang merah itu ... ma-mata?"
Hawa dingin seakan menyerang Nana, bau anyir khas darah dan bau busuk menyeruak ke indra penciuman Nana.
"Nana, aku menemukanmu, Sayangku. Buka pintumu atau aku akan masuk secara paksa."
"Itu ... suara Ren-Rendi," gagap Nana lalu menutup mulutnya tidak percaya. Matanya memanas, pandangannya terasa buram karena air mata menggenang di pelupuk mata. "Nggak mungkin, nggak mung—" Ucapan Nana menggantung karena ia sudah jatuh pingsan terlebih dahulu.
###
Tik tok tik tok tik tok.
Suara jam terus berdetik di antara nyenyat yang menyapa. Nana mengerjap-kerjapkan mata, kepalanya terasa pusing dan tubuhnya kedinginan.
"Aduh." Nana memegangi kepalanya.
Ia melihat jam dinding. Jam 03.00 WIB. "Nggak mungkin tadi suara Rendi, Rendi udah— ah! Pasti aku mimpi."
Nana bangkit dari posisinya dan berjalan gontai menuju ranjangnya. Ia merebahkan diri, badannya ia miringkan ke kanan dan menutup tubuhnya dengan selimut, ia kedinginan karena pingsan di lantai.
"Nggak ada apa-apa, Na! Semangat!" Nana menghela napas panjang dan mulai menutup matanya.
Baru beberapa menit terpejam. Tiba-tiba, Nana merasa spreinya basah. Bau anyir dan bau busuk kembali menyeruak, mengganggu indra penciuman Nana. Badan Nana kembali menegang, napasnya terasa berat, keringat dingin mulai mengumpul di pelipis Nana. Tangan kirinya hendak mengambil guling di belakang tubuhnya, namun ....
Glekkk!
Nana menelan salivanya susah payah. Ia merasa tidak memegang gulingnya, tapi sebuah gundukan tangan yang berbalut kain, yang menurut Nana adalah kain kafan. Tangan Nana perlahan menjauh dari gundukan tangan itu dengan gemetar. Udara hangat kini menerpa kulit leher Nana, dalam hati, ia merapalkan do'a-do'a yang ia ingat.
"Sayang, aku datang untuk menagih janji. Kamu janji akan tetap mencintaiku walaupun aku sudah mati, kan?"
Dalam hati Nana menyalahkan dirinya sendiri, mengapa ia membuat janji yang tidak bisa ia tepati.
"Nanaku sayang, aku ingin memelukmu secara klandestin, tapi aku tidak bisa, tolong lepaskan tali yang mengikat tubuhku, Sayang. Agar aku bisa memelukmu dan merasakan kehangatanmu. Aku kedinginan."
Nana merasa ranjangnya bergerak, sosok di belakang tubuhnya itu merapat ke arah Nana. "AAAAAAAA!!!"
Nice story!!!!!
ReplyDeleteBikin deg2an asli deh...tunggu cerita horor selanjutnya ya ��
ReplyDeleteBikin deg2an asli deh...tunggu cerita horor selanjutnya ya ��
ReplyDeleteHororr! ceritanya bagus, penasaran kelanjutan ceritanya,
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteCeritana menarik,,,, seru,,, nanging teu aya paragafnya janten rada sesah maos na hehehe.............
ReplyDelete