Peluh
mengalir dari setiap sudut tubuhku. Suhu udara di Pelabuhan Tanjung Perak kala
itu benar-benar membakar kulitku. Hanya panas, gerah, lelah dan mengantuk yang
aku rasakan. Koper-koper yang aku angkatpun terasa makin berat. Karena ditambah
hatiku yang juga berat meninggalkan
kenangan-kenangan indah dan manis di Pulau jawa.
Berjam-jam
aku menunggu. Duduk beralas koran, ditemani bau rokok dan pesingnya pelabuhan.
Sesekali aku mendengar kuli-kuli angkut berteriak dan saling memaki berebut
pelanggan. Aku mengumpat dalam hati. Lirih. Berharap malaekat yang menjagaku
tak mendengarnya. Harus berapa jam lagi aku menunggu. Untuk pertama kali aku
pergi jauh dengan naik kapal laut. Perjalanan tiga hari tiga malam?
Membayangkan saja rasanya sudah ngeri.
Setelah
hampir lima jam akhirnya kapal yang kami tunggu tiba. Berebut berdesak-desakan,
takut bila tak dapat tempat. Dan benar saja. Sampai di kapal kami hanya
mendapat tiga lembar kasur busa tipis yang akan kami setubuhi tiga hari tiga
malam. Membosankan. Diam-diam aku menangis. Jujur, aku takut terlihat sedih.
Aku ingin sekali menampilkan wajah gembira dan bersemangat, tapi ternyata aku
tidak berhasil. Gurat sedih itu tertangkap di mata provinsialku... “ kamu tidak
apa-apa Jeane?” “tidak apa-apa Suster, hanya ngantuk saja” kujawab sambil
memaksa diri untuk tersenyum. “tidur saja, perjalanan masih lama” kata
provinsialku sambil memberi isyarat untuk segera tidur.
Pikiranku
berkecamuk. Beribu pertanyaan berkeliaran di kepalaku. Menuntut aku untuk
mencari jawabannya. Kenapa aku yang mesti ke Flores? Tidak ada orang lainkah?
Apakah kira-kira aku bisa hidup disana? Seperti apa kehidupan disana? Sekeras
dan sengeri nyamuk malaria yang menyerang para suster yang akhirnya pulang
sebelum menyelesaikan misinya? Aku tidak tahu... benar-benar tidak tahu.
Gambaran tentang Flores sama sekali tidak ada. Yang aku tahu hanya bahwa aku
tidak punya pilihan lain untuk berkata “tidak” dengan tugas perutusan ini. Aku
sadar betul, bahwa ketika aku mengikrarkan ketiga kaul suciku, aku tidak lagi
punya tempat untuk kehendakku sendiri.
Aku
terjaga dari lamunanku ketika saudaraku menawarkan segelas kopi dan senyum
manisnya. Kubalas sambil kuterima segelas kopi itu. Tiba-tiba aku teringat pada
nasehat Romo pembimbingku mengutip sabda Yesus “barang siapa hendak mengikut
Aku, dia harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Aku” tak terasa
pelupuk mataku penuh dengan air. Betapa aku merasa bodoh, dan tidak pantas.
Tugas perutusan adalah kepercayaan. Tugas perutusan adalah amanah. Kenapa aku harus
banyak bertanya? Apakah aku tidak menggugat Tuhan yang telah memberikan janjiNya
“Aku akan menyertai engkau sampai akhir jaman”? Sabda itu kembali menggema.
Hatiku dipenuhi sukacita dan semangat yang tercurah tiba-tiba dan aku tidak
tahu itu berasal dari mana.
Sepenggal
kisah transformasi diri itulah yang membuat aku kuat bertahan dan bersemangat
sampai purna misiku di tanah asing bernama Flores itu. Kugeluti profesi sebagai
seorang guru dengan segala apa adaku. Aku bersyukur boleh hidup bersama malaekat-malaekat
kecil yang setiap hari selalu menuliskan cerita dan kisah cinta indah di buku
refleksiku.
Ruang
kelas yang semula dipenuhi teriakan, kata kasar, makian, tangisan, amarah,
keributan yang seolah tiada habis pelan-pelan berubah menjadi kelas yang
dipenuhi kegembiraan, kata-kata pujian, suara lembut dan sukacita karena merasa
berharga dan dicintai. Bekalku hanya cinta, tidak ada yang lain. Namun cinta
itulah yang mampu mengubah. Yesus adalah guru dan teladan.
Dialah
yang memberikan aku kekuatan untuk menanggung segala yang harus aku
perjuangkan. Aku mencintai mereka yang dipercayakan kepadaku. Dan hanya itu
modalku. Tapi aku bersyukur, di bumi Sikka ini aku belajar menemukan kesejatian
cinta, yaitu kasih dan pemberian diri. Seperti Yesus yang memberikan diri
kepada para muridnya secara total, sebagai seorang guru sayapun terus berjuang
untuk memberikan cintaku kepada mereka yang dipercayakan kepadaku oleh Bapaku
Ch Retno Wahyuningtyas
Universitas Kanjuruhan Malang
Kata
Mutiara : Cinta membuat segala sesuatu menjadi mudah.
No comments:
Post a Comment