Ini adalah
pendapat saya mengenai “Profesi Keguruan” dalam era gawai atau biasa disebut
juga dengan era gadget. Yuk, kita baca narasi ini sambil memahami isi
bacaannya!
Guru adalah seseorang
yang menjadi panutan bagi orang lain. Dengan adanya seorang guru, maka orang
lain akan dapat belajar dengannya. Memperoleh pengetahuan baru dengannya.
Supaya menjadi orang yang lebih baik.
Di zaman kontemporer
ini, peranan guru kini menjadi sangat kompleks. Di samping peranan guru sebagai
pengajar, guru juga sebagai orang yang mendidik, sebagai orang yang membantu
menyelesaikan masalah bagi siswanya yang mengalami masalah, bahkan menjadi
seorang administrator di sekolahnya. Hal ini menjadikan penggunaan gawai (atau
disebut juga sebagai gadget, dalam
istilah bahasa Inggris) menjadi sangat berguna dan benar-benar dimanfaatkan
keberadaannya.
Secara
estimologi, gawai atau gadget adalah
sebuah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti perangkat elektronik kecil
yang memiliki fungsi khusus. Tetapi dari penjelasan diatas akan membuat kita
lebih bertanya, “Apa perbedaan gawai atau gadget
dengan perangkat elektronik lainnya?”. Yang paling mencolok dari perbedaan
tersebut adalah unsur “pembaharuan”. Secarasederhana, gawai atau gadget adalah alat elektronik yang
memiliki pembaharuan dari hari ke hari sehingga membuat hidup manusia menjadi
lebih praktis. Kita bisa ambil contoh telepon rumah dan komputer. Komputer dan
telepon rumah masuk dalam kategori perangkat elektronik. Bandingkan dengan
komputer jinjing atau laptop dan telepon
genggam atau handphone. Kedua alat elektronik
ini lebih canggih dan mudah dibawa kemana-mana, bukan? Yap, begitulah contoh
konkretnya.
Nah,
sekarang kita ganti membahas lainnya, tapi tetap dalam topik yang sama, yaitu
tentang fenomena “Gaptek”. Kita sudah sangat familiar sekali dengan istilah
yang satu ini, bukan?. Gaptek adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan
seseorang yang belum, kurang, atau bahkan tidak dapat mengoperasikan alat-alat
canggih atau gawai. Istilah “Gaptek” sendiri merupakan singkatan dari “Gagap
Teknologi”. Okelah zaman sekarang semakin lama semakin canggih, dan istilah “Gaptek” sudah tidak lagi terdengar asing bagi kita. Tapi pada
kenyataannya, gaptek masih hadir dalam lingkungan masyarakat. Hmmmm, kenapa ya kira-kira?
Banyak
profesi yang kini sangat tergantung pada keberadaan gawai. Karena dengan adanya
gawai, kehidupan manusia menjadi sangat praktis. Dalam hal ini, seorang yang
berprofesi sebagai guru pun tidak akan terlepas dengan penggunaan gawai. Banyak
sekali tugas-tugas seorang guru yang sangat mengandalkan gawai. Karena itulah
seorang guru kini tidak boleh menjadi guru yang “Gaptek”. Ini merupakan tuntutan baru yang harus dilakoni oleh para guru di zaman
sekarang. Khususnya, di bidang studi ilmu matematika. Seorang guru matematika
harus dan wajib hukumnya untuk tidak gaptek. Bayangkan saja! Soal-soal
matematika yang diberikan kepada siswa di sekolah dengan tulisan tangan yang
manual, tidak menarik sama sekali, bukan? Atau dalam hal menilai rapor siswa,
bisa dibayangkan tidak, jika ada guru gaptek yang masih mengerjakan rapor siswa
secara manual? Hadduuuuuuuuuuuuuuh… tidak bisa beritung dengan alat-alat
canggih, tidak selesai-selesai pekerjaannya karena tidak bisa mengunakan
komputer, (ya begitulah kira-kira jadinya).
Miris ya kalau sampai ada guru, khususnya guru bidang studi matematika yang
masih gaptek. Fyuuhh, baiklah, kita lanjut lagi. Setelah apa
yang dibahas di atas, ternyata ada hal yang menarik loh dari istilah “Gawai”,
“Gadget”, dan “Gaptek”. Coba perhatikan bacaan di bawah ini!
1.
G uru
A ndal
W aktu
A mal
I ndah
2.
G uru
A ngan-angan
D unia
G aji
E mas
T ua
3.
G uru
A syik
P andai
T erkenal
E lok
K adang-kadang
1.1.
GAWAI
o
Guru adalah
pahlawan tanpa tanda jasa.
o
Yang mengandalkan kemampuan mengajarnya kepada banyak orang di bumi.
o
Rela meluangkan waktunya untuk mengajar orang-orang yang pengetahuannya masih
kurang.
o
Mengamallkan ilmu adalah amalan
yang sangat mulia baginya.
o
Masa depan yang indah bagi peserta didiknya adalah tujuan hidupnya.
2.1. GADGET
o
Guru adalah
pahlawan tanpa tanda jasa.
o
Dia berangan-anganagar bisa
mencerdaskan bangsa.
o
Banyak
orang yang mengatakan bahwa guru adalah profesi yang paling mulia di dunia.
o
Tak
ada gaji mengajar pun, terkadang
guru tidak mengeluh.
o
Semahal-mahalnya
harga emas, masih lebih mahal harga
pengabdian guru dalam mengajar dan mendidik.
o
Dia
akan tetap menjadi orang yang terhormat meski usianya sudah tua, bahkan sampai dia sudah tiada.
3.1. GAPTEK
o Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
o Guru yang asyik cara
mengajarnya, bisa menjadikan peserta didiknya sudi untuk belajar kepadanya.
o Pandai, cerdas, berilmu, dan berpengetahuan lebih tentang apa yang ada di dunia
ini.
o Namanya terkenal dimana-mana,
Baik terkenal di lingkungan tempat dimana ia tinggal, maupun terkenal di tempat
dimana ia mengajar.
o Keelokan perilakunya patut kita
contoh.
o Kadang-kadang marah, kadang-kadang bercanda.
Tapi itu semua dilakukannya demi masa depan peserta didiknya menjadi cerah.
Hehe, bagaimana dengan
singkatan-singkatan istilah di atas? Menarik atau tidak ya…? Ada yang bilang
tidak menarik sih, ya, tidak apa-apa deh. Yang penting biar ada tambahan
pemahaman pembaca terhadap pentingnya profesi keguruan. Yang lebih penting lagi
adalah seorang guru tidak boleh tidak kenal yang namanya “Gawai” dalam
kehidupan sehari-hari, supaya tidak menjadi guru yang disebut dengan “Gutek”
(Guru Gaptek).
Saya jadi terbayang bila nanti
saya menjadi guru matematika di sekolah dengan kualitas gaptek. Haduuuuh… malu
sekali rasanya. Baiklah, mulai dari sekarang, mau tidak mau, saya harus belajar
alat-alat canggih supaya nanti siswa-siswa saya tidak menyebut nama saya dengan sebutan “Gutek” dan
supaya nanti juga saya tidak kalah dengan murid saya terhadap penggunaan gawai.
“1 orang guru, bisa mengajari
1000 orang untuk bisa menjadi para astronot. Tapi 1000 orang astronot, belum
tentu bisa mengajari 1 orang untuk bisa menjadi guru”
~ Cak Makhrus ~
“Belajar
adalah hasil dari mendengarkan, yang pada gilirannya menyebabkan pendengaran
dan perhatian lebih baik kepada orang lain. Dengan kata lain, untuk belajar
dari anak, kita harus memiliki empati, dan empati tumbuh saat kita belajar”
~ Alice Miller
Muhammad Makhrus
Universitas Kanjuruhan malang
Universitas Kanjuruhan malang
No comments:
Post a Comment