Thursday, March 17, 2016

248 Memanfaatkan Kesempatan Dalam Kesempitan


     Belajar bahasa asing, termasuk bahasa Inggris terkadang memang sulit karena bukan bahasa sehari-hari. Banyak siswa yang "takut" akan mata pelajaran yang satu ini, terutama siswa SMP yang masih minin akan pengalaman berbahasa Inggris. Takut salah grammar, takut beda dengan buku dan sebagainya, itulah alasan yang sering dijumpai. Sehingga kegiatan belajar menjadi tidak nyaman. Sejatinya belajar bahasa asing merupakan hal yang menyenangkan jika kita merasa nyaman dan tidak takut salah.
     Namun, kebanyakan guru tidak menerapkan sistem "enjoy" dalam belajar. Mereka, para guru menekankan siswa harus bisa berbahasa Inggris yang baik, tidak asal nyeplos. Hal tersebut sering membebani siswa, sehingga banyak siswa yang merasa kurang jika hanya belajar di kelas saja. Akhirnya para siswa banyak yang memilih pelajaran tambahan alias les di luar jam sekolah. Kebetulan pada saat itu guru yang mengajar mata pelajaran bahasa Inggris di kelas saya membuka les di rumahnya yang berjarak tidak jauh dari sekolah. Banyak teman-teman saya ataupun teman dari kelas lain yang mengikuti les tersebut. Hasilnya memang terlihat, nilai-nilai mereka naik menjadi rata-rata delapan dari yang sebelumnya kurang dari lima. Begitupun saat ulangan harian, siswa yang mengambil les sama sekali tidak ada yang remidi, sebaliknya siswa yang tidak les rata-rata harus remidi kecuali mereka yang dianugrahi otak cemerlang. Usut punya usut, ternyata siswa les tidak hanya mendapat latihan soal, tetapi juga mendapat soal ulangan harian yang akan diujikan keesokan harinya. Alhasil mereka mengerjakan ulangan harian tanpa hambatan karena sudah mempelajari soal di rumah dan nilai mereka pun hampir sempurna. Karena merasa kasihan, siswa les membocorkan soal ulangan kepada siswa tidak les agar sama-sama mendapat nilai bagus. Namun, kejadian tersebut tercium oleh guru bahasa Inggris tersebut selaku pemberi les. Akhirnya siswa les dilarang membocorkan soal ulangan kepada siswa tidak les. Larangan tersebut berbuah manis bagi guru tersebut. Siswa yg sebelumnya tidak les akhirnya turut les karena merasa kesulitan mengerjakan ulangan. Namun, ada beberapa siswa yang keukeuh tidak mau ikut les walaupun nilainya pas-pasan karena menganggap ikut les sama saja dengan membeli soal ulangan.
     Fenomena tersebut seharusnya tidak boleh terjadi. Jika siswa tidak bisa dalam proses belajar maka guru harus membimbing siswa dengan sabar hingga siswa tersebut mengalami kemajuan. Guru harus mengutamakan kepentingan layanan di atas keuntungan pribadi. Karena jika seseorang memilih guru sebagai profesinya, maka seseorang harua siap mengabdi. Agar siswa bisa menangkap pelajaran dengan baik walau mata pepajarannya sulit, maka guru harua menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar, sesuai dengan kode etik guru Indonesia. Jika siswa memang lamban dalam hal menangkap pelajaran, guru boleh saja memberikan pelajaran tambahan seusai sekolah. Boleh saja guru meminta upah sebagai ganti waktu, tapi tentu saja tidak boleh menjual soal seperti kasus di
     Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni memdapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah (Soetjipto dan Raflis, 2011:24). Dengan kata lain guru tidak boleh memanfaatkan keadaan untuk keuntungan pribadi. Basuni (dalam Soetjipto dan Raflis, 2011:30) selaku ketua umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.
     Pepatah mengatakan, guru kencing berdiri murid kencing berlari. Dari kasus diatas dikhawatirkan jika siswa kelak menjadi guru, akan meniru gurunya yang berbuat kurang terpuji tersebut. Jika seseorang memilih guru sebagai profesinya, maka seseorang harus siap mengabdi untuk mencerdaskan bangsa.
*) Elinda Putri Ariana
S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Kanjuruhan Malang

No comments:

Post a Comment