Friday, October 23, 2015

#189 MEA Tidak Mementingkan IPK

Nama saya Maria Goreti Wahyuni. Saya biasa di panggil Yuni. Saya lahir di Manggarai -Flores - NTT, 06 juli 1997. Hobi saya  membaca, menulis dan berolahraga. Yang paling saya sukai ialah menulis. Bagi saya, menulis  melegakan hati meskipun tanpa harus bercerita kepada sahabat, teman, kenalan, ataupun siapa saja. Saya mulai tertarik untuk menulis karya tulis seperti cerpen dan puisi semenjak duduk di bangku SMP. Saya  sering melukiskan perasaan maupun ide lewat huruf yang di rangkai menjadi kata, kata yang tersusun hingga membentuk kalimat, kalimat-kalimat itu terangkai lagi hingga menghasilkan sebuah kisah atau puisi.Cita – cita saya semenjak kecil terlalu banyak. Niatnya jadi polwan, tapi apa daya tinggi tak sampai. Pinginnya jadi guru, sayangnya tidak di terima di PTN.

Saya adalah salah satu mahasiswi Universitas Katolik Widya Karya Malang, fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pangan. Saya merasa tertarik untuk menekuni dunia pertanian ini. Saya berada di UKWK dengan ribuan petarung sejati yang ingin mengejar mimpi dan cita-cita bersama.  Saya di dorong dan di motivasi oleh keberadaan Pertanian di Indonesia yang semakin terpuruksaat ini.

Kenyataanmenunjukkanbahwasemangatkaummudauntukmenekuniduniapertaniankianharikianmerosot. Menurut segelintir orang, semua bisa menanam,merawat, memanen, hingga mengolah bahan pertanian tanpa harus menekuninya sampai perguruan tinggi. Masyarakat  menilai bahwa sekolah pertanian adalah pendidikan yang paling rendah. Kita akan merasa dikucilkan jika  menjadi seorang petani. Mari kita kembali sejanak . Pikirkan apa yang akan terjadi jika seandainya Indonesia tak mempunyai petani. Indonesia tak mempunyai pekerja yang dapat diandalkan untuk mengolah bahan baku pertanian menjadi bahan setengah jadi maupun bahan siap pakai. Petani di Indonesia berhenti bekerja dantidak mampu mengolah hasil alam yang ada.Kaum muda merasa tak berkepentingan dalam sektor pertanian ini. Betapa Indonesia adalah negara yang “kaya” akan hasil alam, tetapi “miskin” akan Sumber Daya Manusia.
Mind-set seperti ini mesti di ubah dan di perbaiki. Hal diatas sebenarnya menjadi titik balik dan tolak ukur peranan kita sebagi kaum muda untuk Indonesia kedepannya.Kita tahu bersama, terhitung tanggal 01 Januari 2016 Indonesia dan negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya akan tergabung dalam masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih yang keluar masuk Indonesia, menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kita semua. Pertanyaannya “ Siapkah kita mahasiswa Universitas Widya Karya Malang untuk menghadapi MEA? “

 Sedikit melihat realita atau fenomena umum mahasiswa/i di Indonesia
Banyak mahasiswa/i yang percaya dapat mampu mengembangkan  potensi yang ia miliki. Tak berarti hanya sedikit mahasiswa/iyang asal- asalan, yang penting kuliah dan selesai,serta  tak ada gambaran dan motivasi di dalam diri  untuk berkarya dan menunjukan kualitas apa yang dipunyai dan patut dibanggakan. Banyak mahasiswa/i yang tidak mau terikat dengan aturan,sukannya yang  muluk-muluk.Tak jarang mahasiswa/i yang nganggur setelah pulang kuliah. Bahkan banyak mahasiswa/i yang kerja tugas sesukanya seperti, copy and paste atau kadang-kadang tidak ingin ambil pusing dengan kegiatan kampus maupun kegiatan di masyarakat.Sebagian mahasiswa/i suka berhura-hura. Mahasiswa/i kuliah tak karuan.Sukanya yang  enaksaja.

“Beginikah kita sebagai mahasiswa Universitas Widya Karya?”
Apakah kita sebagai mahasiswa hanya mementingkan IPK yang baik? Apakah kita hanya memikirkan selesai kuliah dan bebas?Kita bukanlah mahasiswa pencari IPK,  akan tetapi kita belajar untuk memiliki kompetensi dan skill yang cukup untuk menghadapi tantangan masa depan. Salah satunya  adalah MEA. Kita sebagai mahasiswa mesti sadar akan pentingnya softskill, yang sangat berperan dalam karier kita nanti. Kita sebagai mahasiswa mesti menjadi penghubung  gagasan-gagasan  yang kita diskusikan di dalam kampus kepada masyarakat, sehingga dapat diterapkan setidaknya di lingkungan tempat kita tinggal. Mahasiswa juga mesti memiliki cara pendekatan dengan semua pihak, bukan hanya di lingkungan kampus, bersama masyarakat, tetapi juga ikut mendukung program pemerintah dan berperan aktif. IPK yang baik tidak menjamin bahwa kita siap menghadapi MEA. Mahasiswa yang sopan tidak berarti mampu bersaing dalam MEA. Mahasiswa yanng rajin ke kampus dan selalu mendapatkan nilai baik, tanpa di dukung softskill yang menunjang adalah kosong.

Sejauh ini sudah siapkah kita mahasiswa Widya Karya Malang menghadapai “Masyarakat Ekonomi ASEAN” ataukah hanya sekedar “Mahasiswa seenaknya Aja”
Lanjutannya: “Apa yang dapat kita lakukan?”
Melihat  besarnya pengaruh MEA bagi perjalanan kita sebagai mahasiswa, langkah pertama yang kita ambil adalah mengubah pola pikir.Kita kalahkan rasa pesimis dan tetap percaya diri. Kita juga mesti menjadi mahasiswa UKWK yang kreatif, inovatif, dan aktif.Untuk menghadapi MEA  kita  mesti mampu menghasilkan sesuatu yang unik yang bisa di pakai, mampu berinovasi dalam menciptakan karya yang baru, dan terlibat aktif dalam pelbagi kegiatan. Kita  bukan hanya sebatas sEenaknya Aja menjadi mahasiswa, tapi perlu juga menunjukan apa yang kita punya. Kita bukan hanya sekedar kuliah lalu tamat, tapi bagaimana mempersiapkan diri  untuk masa depan. Kuliah bukan hanya sekedar tuntutan ataupun aturan, tapi bagaimana kita mampu bersaingan dan menunjukan kualitas kita sesuai keahlian kita masing-masing. Selain itu, kita juga  mesti mampu menguasai bahasa- bahasa asing khususnyabahasa inggris, agar kita dapat berkomunikasi dengan baik  dan menjadi bagian dari MEA. Kita mesti punya bakat-bakat individu, sehingga kita tidak mudah di geser dalam persaingan ketat MEA.

Kesempatannya belum  berakhir, kita masih punya peluang. MEA tidak akan menjadi “mimpi buruk”, jika kita mahasiswa UKWK mampu menunjukkan diri, sehingga kita mampu bersaing dengan tenaga-tenaga handal dari luar negri. Mahasiswa itu bukan hanya tau Enaknya Aja, tapi keluar dan tunjukan karya apa yang kita punya. MEA tidak membutuhkan IPK baik dalam lembar, tetapi miskin dalam karya nyata yang dapat dilihat.

Sedikit tentang saya. Semasa SMP-SMA dulu saya banyak mengikuti kegiatan ekstra di luar sekolah. Di situ saya menemukan banyak kemampuan yang tak saya sadari. Kegatan itu banyak memberikan hal positif dalam perjalanan saya. Selain itu di bidang akademik saya sering mendapatkan juara kelas, dan terakir kali saya di utus dari sekolah untuk mengikuti Olimpiade tingkat SMA.
Akhirnya, selamat berjuang buat kita sema. MEA tidak mematikan, dan pastinya UKWK keluar sebagai pemenangnya.

Salam

1 comment: